BlogKitaSemua: Lamunan Kerinduan

Tuesday, December 11, 2012

Lamunan Kerinduan


Nama: Iwan Sujarwo
NIM: 12330009
Jurusan: Pendidikan Bahasa Arab
Mata Kuliah: Bahasa Indonesia
              Tugas: Menulis Cerpen
Lamunan Kerinduan

Sore ini cuacanya mendung, diamana aku sedang duduk di samping jendela kamar yang setengah terbuka, sambil mengetik tugas kuliah yang harus dikumpulkan senin depan. Terbersit dalam pikiranku tentang ujian ma’had yang besok akan kujalani, sebagai formalitas dari proses belajarku selama ini. Padahal sedikitpun aku belum mengulang apa yang telah kupelajari. Sekali-kali kupandangi ke arah jendela di sebelah kiriku. Tiupan angin pun menyertai rintik-rintik air yang membasahi halaman depan teras pondok tempat aku tinggal dan belajar saat ini. Ma’had yang memiliki nama Sunan Ampel Al-‘Ali bertempat di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.            
            Suasana yang begitu tenang, membawaku ke dalam sebuah lamunan. Aku teringat pada sesosok perempuan yang dulu begitu aku sayangi, dan mungkin hingga saat ini rasa itu kupertahankan. Taburan bumbu berwujud sebuah senyuman, semakin menambah kenikmatan hasil racikan imajinasiku tentangnya.
Entah kenapa, tepat di tengah tulang rusukku, kurasakan kengiluan yang tiada aku mengerti apa penyebabnya. Aku mulai bertanya pada diriku, mungkinkah ini yang dinamakan rindu?, aku tertawa dalam hati menanggapi pertanyaanku itu, sambil mengekspresikannya dengan senyum kecilku. Sesungguhnya tak hanya sekali dua kali saja aku merasakan hal semacam ini. Sosok itu begitu melekat dalam pikiranku. Terkadang dia hadir dari cerita yang dulu pernah aku alami, saat ku masih terbiasa bercengkrama dengan wujud lahirnya yang begitu indah dalam penilaian kasat mataku.
Tak jarang aku juga merefleksikan sebuah pertanyaan kepada diriku sendiri, “apa yang sebenarnya telah kau temukan dari keistimewaan dirinya, sehingga kau mencintainya?”, dan diriku pun menjawab dengan penuh spekulasi,”aku juga bingung, apakah rasa ini hanya indikasi dari nafsu yang bergejolak dalam jiwa, ataukah memang benar ini adalah sebuah rasa yang benar tulus adanya?. Tapi jika memang aku mencintainya dari sisi keindahan “dzohir”nya saja, kurasa tak mungkin. Pendapatku ini bukannya tanpa alasan, betapa mungkin diriku yang sudah setahun lamanya tak berjumpa dengannya wujud lahirnya, masih merasakan benar kerinduan yang begitu menggelitik?,meski tak dapat kupungkiri bahwa selama jasad ini jauh terhadapnya, pernah kurasakan satu jam saja  mengagumi seseorang, mungkin sehari mulai menyukai seseorang, dan mungkin juga seminggu telah kucintai seseorang, tapi yang lebih tak mungkin bisa kupungkiri adalah bahwa ada seseorang yang tak akan pernah kulupakan dalam hidup ini, ialah dia yang ku kasihi.
Kurasa memang benar, bahwa cinta adalah suatu pemberian, dan bukanlah sebuah perencanaan akal yang dipengaruhi oleh pencitraan indra, yang sering dipengaruhi nafsu. Aku juga baru merasakan, bahwa aku yang menyukai sesuatu itu sejatinya adalah aku yang sedang sakit. Ternyata aku telah memuji keindahan dzat Tuhan, yang bersemayam dalam wadah raganya, membuatku silau akan keindahan lahir dunia, cukuplah itu sebagai penyebab yang membuatku sulit memahami eksistensi Tuhan yang Maha Jelas.
Rasa ini membuatku begitu gelisah, risau, dan resah jika harus pisah  dari mengingatnya. Ah entahlah, tak mungkin bisa ku gambar semua yang ada dalam benakku ini. Jika memungkinkan dia tahu perasaanku ini, aku ingin mengatakan ini padanya; Wahai engkau pemilik hatiku, taukah dirimu tentang kesibukanku ketika kau pergi jauh meninggalkanku? Ya, mengumpulkan butir-butir kerinduan yang semakin lama kian memenuhi relung hatiku”.



Mengapa saya memberi judul "CERPEN YANG SESUAI DENGAN NAMANYA", karena memang Cerita Pendek kan? kalo terlalu panjang ceritanya, saya kawatir bukan cerpen lagi namanya. Hehee

                                                                                                                                                                                                                                   

No comments:

Post a Comment