
Sambutan Bung Hatta dalam bukunya “Alam Pikiran Yunani”
Penerbit : Tintamas Jakarta 1980 Percetakan (Uni Press) Universitas Indonesia.
”Sungguhpun
filosofi sahabat kami sejak dari sekolah Tinggi, kami bukan seorang filosof dan
bukan pula ahli dalam vak itu. Sebab itu perlu diterangkan sedikit, apa sebab
kami menerbitkan karangan ini”
Buah
karangan ini lahir berangsur-angsur sebagai hasil pelajaran di alam yang sunyi.
Lahirnya bermula di tempat pembuangan di Boven Digul. Tatkala kami di sana
memimpin pelajaran beberapa orang kawan ke dalam ekonomi, terasa oleh kami,
bahwa baik juga kepada pelajar yang sudah mempunyai paham dan sudah mengalami
perjuangan hidup disertakan pelajaran filosofi. Filosofi meluaskan pandangan
serta menajamkan pikiran.
Ada
dua jalan untuk mencapai pengetahuan tentang filosofi. Pertama, menanamkan
pengertian secara berangsur-angsur labih dahulu, dari yang agak mudah sampai
kepada yang sulit-sulit benar, dan mempelajari susunan pengetahuan itu didalam
sistemnya. Berbagai pertikaian paham diketahui dengan jalan ini sejak
semulanya. Inilah jalan yang sebaik-baiknya bagi orang yang memilih filosofi
sebagai faknya.
Jalan
yang kedua inilah yang kita pakai dalam buku ini. Gunanya untuk mengetahui
berbagai paham tentang yang satu, berbagai pandangan tentang alam dan sikap
hidup. Dengan jalan ini tidak saja kita ketahui cara orang berpikir dahulukala,
yang begitu berlainan dengan sekarang, melainkan kita mendapat juga timbangan
yang luas tentang pendapat orang lain. Jalan ini melepaskan kita dari
berpendapat sebagai katak dibawah tempurung. Pendirian picik berbahaya benar
bagi kemajuan paham temtang Ilmu, pengetahuan dan Agama.
Buku
ini akan dijadikan tiga jilid. Jilid pertama memaparkan paham-paham filosofi
sebelum Sokrates. Dalam jilid kedua kelak akan diuraikan filosofi Grik yaitu
ajaran-ajaran Sokrates, Plato dan Aristoteles. Jilid ketiga isinya filosofi
Grik yang telah kembang jadi barang peradaban Helen dan Ramona, yang pusatnya
bermula terletak di Iskandariah.
Kalau
benar buku ini ada manfaatnya, seperti yang diucapkan oleh penerbit, maka
pengarang tidak menyesal menyebarkan buat umum suatu uraian yang bermula
disusun bagi beberapa orang saja.
Banda Neira 1941,
Pengarang :
Muhammad Hatta.
============================================================
Alam Pikiran
Yunani.
Tiap-tiap
bangsa, betapa juga biadabnya, mempunyai dongeng dan takhyul. Ada yang terjadi
dari pada kisah perintang hari, keluar dari mulut orang yang suka bercerita.
Ada yang terjadi daripada muslihat mempertakuti anak-anak, supaya ia jangan
nakal. Ada pula yang timbul karena keajaiban alam, yang menjadi pangkal heran
dan takut. Dari itu orang menyangka alam ini penuh dengan dewa-dewa serta
biduanda dan bidadarinya yang bermacam-macam namanya. Demikianlah lama-kelamaan
timbul berbagai fantasi, cetakan pikiran, yang menjadi barang peradaban manusia
bermula.
Fantasi
itu tidak ada batasnya, sebab ia tidak bersangkut dengan yang lahir. Keadaannya
tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, fantasi itu menjadi pangkal juga
daripada “pengetahuan” yang ajaib-ajaib. Fantasi membawa orang yang meminangnya
ke awing-awang, keluar daripada bumi dan alam tempat ia berdiri. Dengan fantasi
itu ia dapat menyatukan ruhnya dengan alam sekitarnya. Ia merasa dirinya bagian
daripada alam. Fantasi yang sampai ke sana disebut juga EXTASI.
Orang
yang mengadakan fantasi tidak ingin mencari kebenaran buah fantasinya, karena
kesenangan ruhnya adalah terletak dalam fantasi itu. Tetapi orang kemudian yang
mempusakai fantasi itu, ada yang ingin hendak mengetahui kebenarannya lebih
jauh. Diantaranya ada yang tidak lekas percaya, ada yang bersifat kritis, suka
membanding dan menguji. Demikianlah dari fantasi itu timbul lama-kelamaan
keinginan akan kebenaran.
Dongong dan takhayul yang dipusakakan dari nenek moyang itu menimbulkan adat
kebiasaan hidup, yang menjadi cermin jiwa bangsa yang memakainya. Pengetahuan
pusaka itu bertambah lama bertambah banyak, ditambah dengan pengalaman
tiap-tiap angkatan baru. Semuanya itu masuk kedalam perbendaharaan bangsa, yang
disebut kultur. Semuanya itu menjadi pimpinan bagi angkatan kemudian menempuh
jalan penghidupan. Sebab itu “kata” atau “nasehat” orang tua-tua sangat
diindahkan.
Dongeng dan takhayul serta adat-istiadat itu berpengaruh kemudian atas cara
orang memeluk agamanya. Agama yang datang kemudian mendapati alam ini penuh
dengan berbagai kepercayaan. Kepercayaan alam itu tak mudah membongkarnya
dengan seketika saja. Ia bertahan. Itulah sebabnya maka agama yang begitu murni
dasarnya, dalam masyarakat banyak bercampur dengan barang pusaka hidup yang
tersebut itu. Sebab itu tak salah orang mengatakan, bahwa cara orang memahamkan
agamanya banyak terpengaruh oleh keadaan hidupnya.
Juga
orang Grik dahulunya banyak mempunyai dongeng dan takhayul. Tetapi yang ajaib
pada mereka itu ialah, bahwa angan-angan yang indah-indah itu menjadi dasar
untuk mencari pengetahuan semata-mata untuk tahu saja, dengan tiada
mengharapkan keuntungan daripada itu. Ingin tahu menjadi ujud sendirinya bagi
mereka. Berhadapan senantiasa dengan alam yang begitu luas, yang sangat bagus
dan ajaib tampaknya pada malam hari, timbul di hatinya keinginan hendak
mengetahui rahasia alam itu. Lalu timbul pertanyaan dalam hatinya, dari mana
datangnya alam ini, betapa jadinya, bagaimana kemajuannya dan ke mana
sampainya. Demikianlah beratus tahun alam besar menjadi soal dan pertanyaan,
yang memikat perhatian ahli-ahli pikir Grik.
Tetapi
kemudian disebelah soal alam besar itu, yang berada diluar dirinya, terdapat
soal alam kecil, yang berada didalam dirinya. Alam ini tiada terlihat dengan
mata, melainkan dapat dirasai adanya. Lalu timbul pertanyaan dalam hatinya :
apa ujud lahirku, apa kewajiban hidupku ? Betapa seterusnya sikapku, dan dimana
kudapat bahagia?
Begitulah jadinya soal alam dalam pikiran. Disebelah soal Kosmologi (kosmos =
alam besar) timbul keinsafan dalam hati tentang kewajiban hidup, soal etik.
Dimata orang Grik dahulu kala semuanya itu satu soal saja, satu pokoknya : satu
kebenaran. Sebab itu ilmunya Cuma satu saja, yang kemudian diberi nama
“philosophia”. Philosophia artinya “ cinta akan kebenaran”.
Orang
Grik belum membedakan ilmu dengan filosofi seperti yang terjadi kemudian. Ilmu
sekarang memikirkan alam itu terpecah-pecah dan pecahan satu-satunya itulah
yang diselidiki oleh tiap-tiap ilmu. Orang Grik dahulu kala memikirkan alam itu
sebulat-bulatnya. Sebab itu filosof Grik yang ternama mempelajari hamper segala
macam ilmu pengetahuan. Aristoteles misalnya adalah ahli tentang ilmu alam,
ilmu hukum, etik dan lain-lainnya. Orang Grik tidak mempunyai ilmu yang
special, melainkan ilmu universil.
Apa
sebenarnya yang disebut filosofi, lebih baik jangan dipersoalkan pada permulaan
menempuhnya. Akan hilang jalan nanti karena banyak ragam dan paham. Tiap-tiap
ahli berlainan pendapatnya tentang apa yang dikatakan filosofi.
Tiap-tiap
filosofpun lain-lain pula tujuannya. Buat sementara, sebagai tempat berpegang,
kita sebutkan saja sifatnya yang umum, seperti yang dilukiskan oleh Windelband.
“Filosofi sifatnya merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu
keadaan atau hal yang nyata”. Sebab itu filosofi, orang sebut juga berpikir
merdeka dengan taiada dibatasi kelanjutannya.
Di
sinilah bedanya filosofi dengan ilmu special. Ilmu special membatasi medannya
hingga alam yang dapat dialami, alam emperika. Ilmu menghadapai soalnya dengan
pertanyaan “bagaimana” dan “apa sebabnya”. Filosofi meninjau dengan pertanyaan
“apa itu”, “dari mana” dan “ke mana”. Di sini orang tidak memcari pengetahuan
sebab dan akibat dari pada sesuatu masalah – seperti yang diselidiki oleh ilmu,
melainkan orang mencari tahu tentang apa yang sebenarnya pada barang atau
masalah itu, dari mana jadinya dan kemana tujuannya.
Hampir
selalu dalam filosofi dipandang ada dua dunia, yang fana dan yang baka. Yang fana
itu difahamkan sebagai tubuh sementara daripada sifat yang baka itu. Sebab itu
tidak mengherankan, kalau ada masanya yang filosofi hampir bertaut dengan agama
sebagai mana pada permulaan tarikh Masehi dan dimasa Zaman Tengah. Dalam Zaman
Tengah filosofi kedudukannya hanya sebagai anggota akal untuk menyuluhi
“kebenaran yang lebih sempurna”, yang didapat sebagai wahyu yang diturunkan
Tuhan.
I. FILOSOFI ALAM
Pada
awalnya Filisofi Grik yang pertama tidak lahir di Tanah Airnya sendiri
melainkan di tanah perantauan Asia Minor. Negeri Grik disemenanjung Balkan
tidak begitu subur tanahnya. Mereka yang merantau itu makmur hidupnya. Mereka
hidup dari perniagaan dan pelayaran. Kemakmuran itu memberi kelonggaran bagi
mereka untuk mengerjakan perkerjaan lain selain dari mencari nafkah untuk
kehidupan mereka. Waktu yang terluang dipergunakan mereka untuk memperkuat
kemuliaan hidup dengan seni dan buah pikiran.
Itulah sebabnya yang sangat tersohor dan makmur pada waktu itu ialah kota
Miletos di Asia Minor. Puncak kemakmurannya terdapat diabad ke enam sebelum
Masehi. Di sana pulalah tempat kediaman filosof-filosof Grik yang pertama
seperti Thales, Anaximandros dan Anaximines. Mereka disebut filosof alam, sebab
tujuan filosofinya mereka ialah memikirkan soal alam besar. Dari mana
terjadinya alam, itulah yang menjadi soal bagi mereka.
1. THALES
Thales
diperkirakan hidup pada tahun 625-545 sebelum Masehi. Thales terbilang salah
seorang daripada orang pandai yang tujuh, yang tersohor dengan cerita-cerita
lama Yunani. Yang lainnya adalah : Solon, Bias, Pittakos, Chilon, Periandos,
dan Kleobulos. Mereka tersohor karena petuahnya yang pendek-pendek, sebagai :
“kenal dirimu” , “segalanya berkira-kira”, “ingat akhirnya”, “tahan amarahmu”
dan banyak lagi yang lain.
Sesungguhnya Thales terbilang sebagai bapa filosofi Yunani sebab dialah filosof
yang pertama, tetapi ia tidak pernah meninggalkan pelajaran yang diajarkannya.
Filosofinya diajarkan melalui lisan kepada murid-muridnya. Pada masa
Aristoteles kemudian menuliskan buah pikiran Thales.
Menurut
keterangan Aristoteles kesimpulan ajaran Thales ialah “semuanya itu air”. Air
yang cair itu adalah pangkal, pokok dan dasar (principe) segala-galanya. Semua
barang terjadi daripada air dan semuanya kembali kepada air pula.
Dengan
jalan berpikir Thales mendapat keputusan tentang soal besar yang senantiasa
mengikat perhatian umum di waktu itu, melainkan mempergunakan akal. Dengan
berdasarkan pengalaman yang dilihatnya sehari-hari dijadikannya pikirannya
untuk menyusun bangun alam. Sebagai orang pesisir dapat ia melihat setiap hari,
betapa air laut menjadi sumber hidup. Dan di Mesir dilihatnya dengan mata
kepalanya, betapa nasib rakyat di sana bergantung kepada air sungai Nil. Air
sungai Nil itulah yang menyuburkan tanah sepanjang alirannya, sehingga dapat
didiami manusia. Jika tak ada sungai Nil itu yang melimpahkan airnya
sewaktu-waktu ke darat, negeri Mesir kembali jadi padang pasir.
“Semuanya itu air !” katanya. Dalam perkataan itu tertersimpul dengan disengaja
atau tidak suatu pandangan yang dalam, yaitu bahwa “SEMUANYA ITU SATU”
Pada masa itu, selagi dunia penuh dengan takhayul dan kepercayaan yang
ajaib-ajaib, buah pikiran yang mengatakan bahwa yang lahir itu tidak banyak
melainkan SATU, tidak dangkal maknanya. Pikirannya itu membuka mata tentang
bangun alam dan menyingkapkan selimut yang selama ini menutupi kalbu manusia.
Benar atau tidak pandangannya itu, tidak menjadi dalil disini. Yang dinyatakan
Cuma kelanjutan pikirannya, yang memerdekakan akal daripada belenggu takhayul
dan dongeng.
Bagi
Thales air adalah sebab yang pertama dari segala yang ada dan yang jadi, tetapi
juga akhir dari segala yang ada dan yang jadi itu. Di awal air di ujung air.
Air sebab yang penghabisan ! Asal air pulang ke air. Air yang satu itu adalah
bingkai dan pula isi. Atau dengan perkataan filosofi, air adalah subtract
(bingkai) dan substansi (isi) kedua-duanya.
Dalam
pandangan Thales tidak ada jurang yang memisahkan antara hidup dan mati.
Semuanya satu ! Dan sebagai orang yang hidup dimasa itu, ia percaya bahwa
segala benda itu berjiwa. Benda itu bisa berubah rupanya, bisa bergerak, bisa
timbul dan hilang, semuanya atas kodrat sendiri.
Kepercayaan
bathin Thales masih animisme. Animisme ialah kepercayaan, bahwa bukan saja
barang yang hidup mempunyai jiwa, tetapi juga benda mati. Kepercayaannya
seperti itu dikuatkan oleh pengalaman pula. Besi berani dan batu api yang
digosok sampai panas menarik barang yang dekat padanya. Ini dipandangnya
sebagai mempunyai kodrat tanda jiwa.
Sekianlah
tentang filosofi Yunani yang pertama itu, Pandangan pikirannya menyatukan semua
pada air! Air asal dan akhir.
------------------------------------------------------------------------------------------
2. ANAXIMANDROS
Anaximandros
adalah murid Thales. Masa hidupnya disebutkan orang dari tahun 610 – 547
sebelum Masehi. Sebagai filosof ia lebih besar dari gurunya. Ia juga ahli
astronomi dan ahli ilmu bumi.
Menurut pendapatnya langit bulat seperti bola. Bumi terkandung
ditengah-tengahnya. Bangunnya sebagai selinder, bulat panjang dan datar pada
atasnya.
Anaximandros menuliskan buah pikirannya dengan keterangan yang jelas. Sebab itu
karangan-karangannya dipandang orang sebagai buku filosofi yang paling tua.
Seperti
juga gurunya, Anaximandros mencari akan asal dari segalanya. Ia tidak menerima
apa saja yang diajarkan gurunya. Yang dapat diterima akalnya ialah bahwa yang
asal itu satu, tidak banyak. Tetapi yang satu itu bukan air. Menurut
pendapatnya, barang yang asal itu “tidak berhingga” dan “tidak berkeputusan”.
Ia bekerja selalu dengan tidak henti-hentinya, sedangkan yang dijadikannya
tidak berhingga banyaknya. Jika benar kejadian itu tidak berhingga , seperti
yang lahir kelihatan, maka yang “asal” itu mestilah tidak berkeputusan.
Yang
asal itu yang menjadi dasar alam dinamai oleh Anaximandros ”Apeiron”. Apeiron
itu tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan salah satu barang yang
kelihatan di dunia ini. Segala yang tampak dan terasa dibatasi oleh lawannya.
Yang panas dibatasi oleh yang dingin. Di mana bermula yang dingin, disana
berakhir yang panas. Yang cair dibatasi oleh yang beku, yang TERANG dibatasi
oleh yang GELAP.
Segala yang tampak dan terasa itu, segala yang dapat ditentukan rupanya dengan
pancaindra kita, semuanya itu mempunyai akhir. Ia timbul (jadi), hidup, mati
dan lenyap. Segala yang berakhir berada dalam kejadian senantiasa, yaitu dalam
keadaan berpisah dari yang satu kepada yang lain. Yang cair menjadi yang beku
dan sebagainya. Yang panas menjadi yang dingin dan sebaliknya. Semua itu
terjadi dari Apeiron dan kembali pula kepada Apeiron.
Setelah
dibulatkannya pahamnya, bahwa semuanya itu terjadi dari Apeiron, dipecahnya
pula soal, betapa kiranya timbul alam ini dari Apeiron itu.
”Dari Apeiron keluar bermula Yang Panas dan Yang Dingin. Yang panas membalut
yang dingin , sehingga yang dingin itu terkandung didalamnya. Sebab itu yang
dingin menjadi bumi. Dan dari yang dingin itu timbul pula yang cair dan yang
beku sebagai dua belah yang bertentangan. Api yang memalut yang bulat tadi
pecah pula, dan pecahan-pecahannya itu berputar-putar seperti jalan roda.
Karena perputarannya itu timbullah di antaranya berbagai lubang.
Pecahan-pecahan api itu terpisah-pisah, dan menjadi matahari, bulan dan
bintang.
Bumi
ini bermula dibalut oleh uap yang basah. Karena ia berputar, yang basah tadi
menjadi kering berangsur-angsur. Akibatnya tinggallah sisa uap yang basah itu
sebagai laut pada bumi”.
Pada permulaannya bumi ini diliputi air semata-mata. Sebab itu makhluk yang
pertama diatas bumi ialah hewan yang hidup di dalam air. Juga bangsa binatang
darat pada mulanya serupa ikan. Baru kemudian setelah timbul daratan, binatang
darat itu mendapat bengunan seperti sekarang ini. Dari binatang yang berupa ikan
itu terjadi manusia pertama. Manusia bermula tak bisa serupa dengan manusia
sekarang. Sebab orang yang dilahirkan seperti kanak-kanak tak bisa serentak
bisa berdiri sendiri. Ia perlu akan asuhan orang lain yang lebih dahulu,
bertahun-tahun lamanya. Makhluk seperti itu tidak bisa hidup pada permulaan
penghidupan di atas dunia ini. Yang sanggup hidup sendiri tanpa tanpa ada
pertolongan dari pihak lain hanyalah binatang berupa ikan.
Anaximandros
menganggap jiwa yang menjadi dasar hidup itu serupa dengan udara. Pendapat
Anaximandros tentang kejadian dan kemajuan makhluk di dunia ini banyak
menyerupai teori Darwin, yang timbul di abad ke 19, dua puluh lima abad sesudah
Anaximandros. Tak heran kalau orang mengarang lelucon, bahwa Anaximandros patut
dipandang sebagai Darwinis yaitu “pengikut” Darwin yang pertama kali.
Dipandang dari jurusan ilmu sekarang, banyak yang janggal tampak pada
keterangan Anaximandros tentang kejadian alam. Tetapi ditilik dari jurusan
masanya, di mana segala keterangan berdasar kepada takhayul dan cerita yang
ganjil-ganjil, pendapatnya itu adalah suatu buah pikiran yang sangat lanjut.
Itu
saja cukuplah untuk memandang dia sebagai ahli pikir yang jenial (genial).
Tetapi yang jadi perhatian besar bagi orang kemudian ialah caranya menguraikan
buah pikirannya. Ia mencari keterangan dengan metode berpikir yang teratur.
Masalah yang banyak seluk-beluknya ditinjaunya dari satu jurusan atau pokok
yang mudah. Demikianlah juga cara ilmu sekarang bekerja, sekalipun dengan alat
pikiran yang lebih sempurna.
---------------------------------------------------------------------------------------------
3. ANAXIMENES
Anaximenes
hidup dari tahun 585 – 528 sebelum Masehi. Dia guru yang penghabisan daripada
filosofi alam yang berkembang di Miletos.
Anaximines adalah murid dari Anaximandros. Sebab itu tak heran, kalau
pandangannya tentang kejadian alam ini sama dasarnya dengan pandangan gurunya.
Dia juga mengajarkan bahwa barang yang asal itu SATU dan tidak berhingga. Cuma
ia tak dapat menerima ajaran Anaximandros, bahwa barang yang asal itu tidak ada
persamaannya dengan barang yang lahir dan tak dapat dirupakan. Baginya yang
asal itu pastilah satu daripada yang ada dan yang tampak. Barang yang asal itu
ialah udara. UDARA itulah yang satu dan tidak berhingga.
Thales
mengatakan AIR asal dan kesudahan dari segala-galanya. Anaximines mengatakan
UDARA. Udara yang memalut dunia ini, menjadi sebab segala yang hidup. Jika
tidak ada udara itu, tak ada yang hidup. Pikirannya kesana barangkali
terpengaruh oleh ajaran Anaximandros bahwa “jiwa itu serupa dengan udara”.
Sebagai kesimpulan ajarannya disebutnya : “Sebagaimana jiwa kita, yang tidak
lain dari pada udara, menyatukan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia
ini jadi satu”
Disini buat pertama kali pengertian jiwa masuk kedalam pandangan filosofi.
Hanya Anaximenes tidak melanjutkan pikirannya kepada soal penghidupan jiwa.
Soal ini terletak diluar garis filosofi alam, yang mencari sebab penghabisan
daripada alam.
Soal jiwa yang mengenai alam kecil, perasaan manusia yang hidup dalam
pergaulan, baru kemudian jadi masalah yang penting bagi filosofi. Baru
Aristotles memulai mengupasnya. Dengan itu dihidupkannya cabang ilmu baru, yang
kemudian diberi nama psicologi.
Anaximenes
yang mencari asal alam, belum memperhatikan benar soal jiwa dalam penghidupan
masyarakat. Kepentingan jiwa itu tampak olehnya dalam perhubungan alam besar
saja. Jiwa itu menyusun tubuh manusia menjadi satu dan menjaga supaya tubuh itu
jangan gugur dan bercerai-berai. Kalau jiwa itu keluar dari badan, matilah
badan itu dan bagian-bagiannya mulai bercerai-berai. Juga alam besar itu ada
karena udara. Udaralah yang menjadi dasar hidupnya. Kalau tak ada udara,
gugurlah semuanya itu. Makro-kosmos (alam) dan mikro-kosmos (manusia) pada dasarnya
satu rupa.
Menurut
pendapat Anaximenes udara itu benda, materi. Tetapi sungguh pun dasar hidup
dipandangnya sebagai benda, ia membedakan juga yang hidup dengan yang mati.
Badan mati karena menghembuskan jiwa itu keluar. Yang mati tidak berjiwa. Dalam
hal ini berbeda pendiriannya dengan Thales, yang menyangka bahwa benda mati
juga berjiwa. Anaximenes terlepas dari pandangan animisme.
Anximenes
mengemukakan suatu soal baru, yang belum didapat pada Thales dan Anaximandros.
Ketiga-tiganya berpendapat, bahwa ada yang asal yang menjadi pokok segalanya.
Tetapi Anaximines maju selangkah lagi dengan bertanya : ”Gerakan apakah yang
menjadi sebab terjadinya alam yang lahir yang banyak ragam dan macam itu daripada
barang asal yang satu itu?”
Sebagai
ahli ilmu alam, Anximenes mencari jawabnya dengan memperhatikan pengalaman.
Semuanya terjadi dari udara. Kalau udara diam saja, sudah tentu tidak terjadi
yang lahir itu dengan berbagai macam dan ragam. Sebab itu gerak udaralah yang
menjadi sebab jadinya. Udara bisa jarang dan padat. Kalau udara menjadi jarang,
terjadilah api. Kalau udara berkumpul menjadi rapat, terjadilah angin dan awan.
Bertambah padat sedikit lagi, turun hujan dari awan itu. Dari air terjadi
tanah, dan tanah yang sangat padat menjadi batu.
Di
sini cara mengupas soal menunjukkan derajat pikira yang tinggi. Tetapi dalam
dalam pahamnya tentang bangun alam ia terbelakang dari Anaximandros. Menurut
pendapat Anaximenes dunia ini datar seperti meja bundar, dan dibawahnya
ditupang oleh udara. Udara yang mengangkatnya itu tidak punya ruang buat
bergerak dan bersebar, sebab itu tetap duduknya. Dan oleh karena itu bumi ini
tetap pada tempatnya.
Matahari,
bulan dan bintang itu dilahirkan oleh bumi. Uap yang keluar dari bumi naik
keatas. Diatas ini jadi jarang, dan sebab itu menjadi api. Api itu menyala
menjadi matahari, bulan dan bintang. Tetapi diantara bintang-bintang itu ada
yang juga semacam bumi (tanah). Bintang-bintang beredar tetapi tidak
mengelilingi bumi dari atas kebawah dan kembali ke atas lagi. Melainkan
berkeliling diatas bumi, seperti “topi berputar diatas kepala”. Hilang timbul
bintang itu tersebab karena jauh dan dekat edarnya. Kalau ia tidak kelihatan,
itu tanda jauh dari kita, kembali pada tempat permulaan peredarannya.
Sekian
tentang Anaximenes, filosof alam yang penghabisan dari golongan Miletus.
Sebagai yang diajarkan oleh Anaximenes itu, filosof alam itu berkembang ke
seluruh dunia Grik dan perantauannya. Filosof-filosof yang datang kemudian
banyak sedikitnya mengetahui pandang alam orang Miletos itu.
II. FILOSOFI HERAKLEITOS
Herakleitos
lahir di kota Ephesos di Asia Minor. Sebab itu ia sering disebut Herakleitos
orang Ephesos. Masa hidupnya kira-kira dari tahun 540 – 480 sebelum Masehi.
Sesungguhnya ia mempunyai pandangan sendiri, yang berlainan sifatnya dari
pendirian-filosof-filosof yang lalu, ia juga terpengaruh oleh filosof Miletos.
Ini ternyata, bahwa ia juga mengatakan satu saja anasir yang asal, yang menjadi
pokok alam dan segala-galanya. Anasir yang asal itu menurut pendapatnya API.
Api
itu lebih dari pada air dan udara, dan setiap orang dapat melihat sifatnya yang
mudah bergerak, dan mudah bertukar rupa. Api itu membakar semuanya, menjadikan
semuanya itu jadi api dan akhirnya menukarnya lagi jadi abu. Semuanya itu
bertukar menjadi api, dan api bertukar menjadi semuanya. Yang kemudian ini
dapat dilihat pada panas matahari yang menjadi syarat hidup bagi manusia,
binatang dan tumbuh-tumbuhan. Ternyata juga pada kebesaran guna api itu bagi
peradaban manusia.
Api
yang selalu bergerak dan berubah rupa itu menyatakan, bahwa tak ada yang tenang
dan tetap. Yang ada hanya pergerakan senantiasa. Tidak ada yang boleh disebut
“ada”, melainkan “menjadi”. Semuanya itu dalam kejadian.
Segala
kejadian di dunia ini serupa dengan api, yang tidak putusnya dengan
berganti-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri. Segala permulaan adalah
mula daripada akhirnya. Segala hidup mula daripada mati. Dalam dunia ini tidak
ada yang tetap. Semuanya berlalu. “Panta rei”, semuanya mengalir.
Penghidupan
di dunia dan kemajuan dunia dapat diumpamakan sebagai air mengalir. Tidak
pernah kita turun mandi dua kali ke dalam air yang itu juga. Air yang kita
masuki yang kedua kalinya sudah lain daripada air yang pertama kali. Rupanya
saja air itu air tadi, tetapi sebenarnya sudah berganti. Air yang lain sekarang
meliputi tepi sungai itu. Demikian juga tak ada barang yang tetap seperti
keadaannya bermula. Tiap-tiap barang tersedia akan berubah jadi keadaan yang
sebaliknya.
Dunia
ini adalah tempat pergerakan semata-senantiasa, tempat kemajuan yang tidak
berkeputusan. Yang baru itu mendapat tempatnya dengan menghancurkan dan
menewaskan yang lama.
Dunia
ini medan perjuangan yang tidak berkeputusan antara dua aliran yang
bertentangan. Tetapi perjuangan itu adalah tanda hidup. Jika tidak ada
perjuangan antara yang banyak dengan yang banyak, maka tidak ada kemajuan.
Segala barang yang fana, segala keadaan yang sementara, adalah tingkat
berturut-turut daripada suatu gerakan yang mahabesar. “Perjuangan itu adalah bapa
dari segalanya, raja dari segalanya”.
Tetapi segala perubahan dikuasai oleh HUKUM DUNIA yang satu : LOGOS. Logos
artinya pikiran yang benar. Dari itu kemudian timbul kemudian perkataan
“LOGIKA”.
Logos itulah yang menjadi dasar (norma) perbuatan manusia. Sebab itu mengetahui
logos itu adalah kewajiban akal manusia. Dan siapa yang dapat mengetahuinya
itu, dia bukan saja orang pandai tetapi juga orang cerdik. Oleh karena itu,
mempunyai pengetahuan yang dalam dipandang oleh Herakleitos sebagai kesenangan yang
sebesar-besarnya. Hidup berpikir adalah pangkal kesenangan.
Jika
dipahamkan betul uraian Herakleitos ini dan dibandingkan dengan pandangan
Thales dan Anaximandros serta Anaximenes, nyatalah bahwa tujuan pandanagn
filosofis sudah berubah.
Itulah
jasa Herakleitos yang sangat besar. ! Ia mendapat suatu dunia baru yang tiada
diketahui oleh filosof-filosof alam. Yaitu dunia pikiran yang dinamainya LOGOS.
Alam pikiran inilah yang dipersoalkan filosofi sampai sekarang ini.
Pengalaman tidak menyatakan kebenaran yang sebenarnya, sebab pengalaman
seseorang itu sangat terbatas.
Bahwa
LOGOS itu berkuasa, adalah suatu bukti yang tidak perlu lagi dicari
keterangannya. Susunan dunia ini, yang serupa bagi segala makhluk setiap masa,
tidak dijadikan oleh siapapun juga, ia ada selama-lamanya. Ia itu adalah
sebagai api yang hidup selalu, yang menyala selalu dan padam berganti-ganti.
Perjalanan dunia, yang beredar senantiasa, tidak bermula dan tidak
berkesudahannya. Dunia bergerak senantiasa. Sebab ia mengandung hukum,
logosnya, dalam dadanya sendiri. Sebab itu kemajuan berlaku menurut irama yang
tetap.
Menurut
Harekleitos, kejadian alam ini bermula dari dua macam uap yang naik dari bumi
ke atas, yang satu jernih dan yang satu lagi keruh. Yang jernih menimbulkan
api. Dari itu terjadi bintang-bintang. Yang keruh menimbulkan yang basah.
Jiwa berada dalam kejadian senantiasa. Jiwa datang dari pada uap yang basah.
Makin jauh ia terlepas dari yang basah itu, yaitu makin tinggi ia naik keatas,
makin dekat ia kepada yang kering-jernih dan makin baik keadaannya. Sebaliknya
yang basah itu adalah jiwa pemabok yang tak tau kemana ia akan pergi.
Demikianlah pokok-pokok filosofi Herakleitos. Tulisan-tulisannya banyak yang
sukar dan kurang jelas. Sbab itu orang yang semasa dengan dia banyak yang
menamainya “HERAKLEITOS YANG GELAP”.
III FILOSOFI ELEA
Elea adalah suatu kota perantauan orang Grik di sebelah
selatan semenanjung Italia. Aliran filosofi yang timbul disana berpengaruh dari
tahun 540 – 460 sebelum Masehi. Yang bermula mengajarkannya ialah Xenophanes
berasal dari Kolophon di Asia Minor.
Tinjauan
soalnya lain pula. Ia mencari keterangan tentang “yang ada”. Kita melihat di
alam berbagai yang ada. Tetapi apa yang ada itu? Betapa sifatnya?
Selain daripada Xenophanes yang membangunkannya, ada tiga orang lagi yang
kesohor sebagai pemangku filosofi Elea itu, yaitu Parmenides, Zeno dan Melisos.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. XENOPHANES
Masa
hidup Xenophanes disebut orang dari tahun 580 – 470 sebelum Masehi.
Xenophanes terkenal sebagai orang yang taat agama, yang senantiasa hidup dengan
ruh yang suci. Nafkah hidupnya didapatkan dari bernyanyi dan melagukan sya’ir
yang dalam-dalam artinya. Dalam segala lagu yang dinyanyikan, dia mendidik
orang ke jalan agama, ke jalan beribadat kepada Tuhan yang menguasai seluruh
alam. Sampai berumur 90 tahun ia tetap berbuat begitu. Isi sya’irnya menentang
segala takhyul, yang menjadi kepercayaan orang banyak di waktu itu. Orang
menyangka bahwa Tuhan itu banyak dan menjadi kepala daripada pelbagi perbuatan.
Ada yang menjadi kepala pencuri, ada yang menjadi kepala pembengis, dan banyak
lagi lainnya. Terutama Xenophanes menyerang lukisan dewa-dewa atau segala macam
Tuhan, yang dilagukan oleh ahli sya’ir yang ternama dimasa itu: Homeros dan
Hesiodos.
Xenophanes
mengajarkan bahwa Tuhan itu tidak banyak melainkan satu. Pada suatu perjamuan
yang dihibur dengan lagunya, dituntutlah kepada yang hadir, supaya nama Tuhan
disebut dengan perkataan yang bagus-bagus, serta dipuji ketinggiannya. Hiduplah
sederhana, katanya, dan didiklah ruhmu itu menjadi orang berbudi. Janganlah
lagi menyebut-nyebut dan menyanyi-nyanyikan lagu kehormatan bagi
panglima-panglima perang dulu-dulu. Bukan perang perkasa itu yang harus
ditinggikan, melainkan budi Ketuhanan. “Tuhan hanya satu, yang terbesar di
antara dewa dan manusia, tidak serupa dengan makhluk yang fana dan tidak pula
berpikiran seperti mereka itu”. Bagi Xenophanes, Tuhan Yang Maha Esa itu tidak
dijadikan, tidak bergerak dan tidak pula berubah-ubah, dan ia mengisi seluruh
alam. Dia melihat semuanya, dan berpikir seluruhnya. Mudah sekali Ia memimpin
alam ini dengan kekuatan pikiran-Nya.
Berhubung
dengan kepercayaan orang banyak, yang merupakan Tuhan itu banyak dengan
berbagai macam, Xenophanes berkata :”MAKHLUK YANG FANA INI MENGIRA, SEKALIAN
TUHANNYA DILAHIRKAN, BERBAJU, BERSUARA DAN BERTUBUH SEPERTI MEREKA ITU PULA.
TETAPI, KALAU SAPI, KUDA DAN SINGA MEMPUNYAI TANGAN DAN PANDAI MENGGAMBAR,
NISCAYALAH SAPI ITU MENGGAMBARKAN TUHANNYA SERUPA SAPI, KUDA MENGGAMBARKAN
TUHAN SERUPA KUDA, DAN SINGA MENGGAMBARKAN TUHANNYA SERUPA SINGA”.
Tentang
asal yang satu daripada segalanya, telah lebih dahulu diajarkan oleh filosof
alam. Anaximandros misalnya menyatakan pandangan yang dalam. Tetapi pada
Xenophanes, yang satu itu lebih tinggi kedudukannya, yaitu Tuhan Yang Esa yang
memeluk sekalian alam.
Ajaran
tentang yang satu ini besar sekali pengaruhnya dalam filosofi Elea. Itu yang
dijadikan pusat segala soal.
Sesunggunya
Xenophanes banyak memberikan petua-petua yang berharga, sehingga ia dipandang
sebagai pembangun filosofi baru, ia tak sampai menjadi mahagurunya.
Sebabnya
karena ajarannya itu tidak tersusun dan teratur. Ajarannya itu keluar dari
mulutnya sebagai perasaan hatinya saja. Ilham barangkali. Filosofi Elea
mendapat bentuknya dalam tangan Parmanides. Dia inilah yang menjadi
mahagurunya.
2. PARMANIDES
Parmanides
lahir di Elea pada tahun 540 sebelum Masehi. Waktu meninggalnya tidak diketahui
orang benar. Ia kesohor sebagai ahli pikir, yang melebihi siapa juga pada
masanya itu.
Pada
waktu mudanya hatinya tertarik kepada lagu-lagu Xenophanes, yang banyak
mengandung pelajaran. Yang Satu, yang diajarkan Xenophanes, menjadi pokok
berpikir baginya, dan dibentuk menjadi pelajaran sendiri. Berlainan dengan
ajaran Xenophanes, Yang Satu itu tidak dipandangnya sebagai persatuan Tuhan dan
Alam, melainkan sebagai Adanya yang sepenuh-penuhnya. Yang lahir itu Ada !
Dalam persatuan Tuhan dan Alam tidak ada yang banyak sebagai jumlah
satu-satunya.
Sebagai
pokok pendiriannya disebutnya, bahwa ada kebenaran. Kebenaran yang bulat,
kebenaran yang sepenuh-penuhnya. Bertentangan dengan itu terdapat pendapat
manusia, yang tidak menyimpan kebenaran di dalamnya. Pendapat manusia itu hanya
persangkaan saja. Persangkaan itulah yang menyatakan, ada yang banyak. Padahal
“yang banyak” itu tidak ada.
Sebab,
kalau ada yang banyak itu, ada pula “menjadi” dan “hilang”. Oleh karena yang
ada itu hanya satu, kekal dan tidak berubah-ubah, maka “jadi” dan “hilang” itu
tidak benar adanya. Hanyalah timbul dari persangkaan saja. Sebab itu harus
dinyatakan pertentangan antara kebenaran yang dapat dipahamkan dengan pikiran,
dengan persangkaan yang bisa khilaf. Pertentangan itu ialah pertentangan antara
TAHU dan MENYANGKA. Dengan mengemukakan soal ini, Parmanides menjadi pembangun
LOGIKA yang pertama. Herakleitos membukakan pintu dunia pikiran; ia mulai
menyusunnya. Keterangan, katanya, tidak didapat dengan melihat, melainkan dengan
pengertian, dengan jalan berpikir semata-mata.
Kebenaran
terdapat pada pengakuan, bahwa Yang Ada itu ada. Kesalahan prasangka orang
ialah, bahwa Yang Tidak-Ada itu dikatakan juga ada dan mesti ada. Oleh karena
Parmanides memandang semuanya itu Satu dan Tetap, mestilah meniadakan yang
kelihatan banyak dan berubah-ubah itu.
Menurut
logika, hukum akal, disebelah yang Satu dan Tetap itu mustahil ada yang banyak.
Sebab kalau ada yang banyak, tak ada yang satu. Dalam hal ini salah satu
diantara yang banyak, yaitu bagian daripada itu. Sebab itu kenyataan daripada
yang banyak itu berdasar kepada rupanya saja, bukan yang sebenarnya,
Penglihatan
kita tidak boleh dipercaya. Hanya pikiran dapat megalami yang sebenarnya. Hanya
pikiran dapat mencapai Yang Ada itu dalam keadaan yang sebenarnya. Pikiran dan
Ada adalah sama dan satu. Pikiran satu rupa dengan yang menjadi dasarnya. Orang
tidak akan mendapat pikiran, jika tak ada. Yang Ada itu menjadi sebutannya.
Sebab tak ada yang lain dan tidak akan dapat yang lain diluar Yang Ada.
Untuk mencapai kebenaran, kita tak dapat berpedoman dengan penglihatan yang
menampakkan kepada kita “yang banyak” dan “yang berubah-ubah”. Hanya akal yang
dapat mengatakan, bahwa “yang ada” itu mesti ada, serta mengakui bahwa “yang tidak
ada” itu mustahil ada.
Nyatalah
sudah, kemana beloknya ajaran Xenophanes dalam tangan Parmanides. Dari soal
Ketuhanan ia berputar menjadi soal Kebenaran. Hanya pokoknya sama yang satu
tadi !
Ajaran
Parmanides, yang berpokok kepada yanga Satu dan tetap, bertentangan dengan
ajaran Herakleitos. Pertentangan itu tampak pula pada paham keduniaan mereka.
Herakleitos adalah nabi daripada pergerakan senantiasa, yang selalu dalam
kejadian. Parmanides adalah nabi daripada yang tetap, yang tidak berubah-ubah.
Bangun dunia Herakleito DINAMIS, Dunia Parmanides STATIS.
Ajaran
Parmanides banyak yang tidak memuaskan bagi orang yang semasa dengan dia.
Banyak keterangannya yang bertentangan tampaknya dengan yang lahir. Sebab itu
banyak orang yang membantah. Untuk menagkis serangan lawan-lawannya itu muncul
kemuka murid-muridnya yang bernama Zeno dan Melissos.
3. ZENO
Zeno
lahir di Elea dalam tahun 490 sebelum Masehi. Ia tersebut karena tangkas
perkataannya dan tajam pikirannya.
Zeno
mempertahankan ajaran gurunya tidak dengan menyambung keterangan, melainkan
dengan membalikkan serangan terhadap dalil-dalil lawan-lawannya. Menurut
pendapatnya jika keterangan lawannya itu dinyatakan salahnya, pendirian
Parmenides benar sendirinya.
Terhadap
yang satu dan tetap, yang dikemukakan oleh Parmenides lawannya menunjukkan yang
lahir, yang menyatakan yang banyak dan yang berubah-ubah. Zeno mempergunakan
pikirannya yang tajam itu untuk memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan
pendapat lawannya.
Terhadap paham yang mengatakan bahwa “yang banyak” itu ada, ia berkata :
Jika benar ada yang banyak itu, ia dapat dibagi-bagi. Bagian-bagiannya pun
dapat dibagi-bagi lagi. Demikian juga bagian daripada bagian, dan seterusnya.
Akhirnya tiap-tiap bagian itu jadi begitu kecil, dan tidak punya ukuran
(bangun) lagi. Ia mempunyai sekecil titik yang tidak mempunyai besar. Dan
jumlah barang yang tidak mempunyai besar, betapa banyaknya, tidak akan mencapai
besar sebuah barang yang mempunyai bangun. Tidak ada suatu barang yang dapat menambah
besar sesuatu, jika ia sendiri tidak mempunyai besar. Sebab iti yang banyak itu
tidak ada.
Terhadap
paham yang mengatakan, ada ruang, Zeno berkata :
Jika yang ada itu benda dalam sebuah ruang, ruang itu sudah tentu tempatnya
dalam ruang pula. Dan ruang yang kemudian ini terletak lagi dalam sebuah ruang.
Demianlah seterusnya dengan tiada berkeputusan : ruang dalam ruang.
Terhadap
paham yang mengatakan, bahwa penglihatan (dan pendengaran) itu benar Zeno
berkata ;
Jika sekiranya sekarung gandum yang jatuh berbunyi, tiap-tiap biji gandum itu,
betapa juga kecilnya, mesti pula berbunyi. Tetapi jika sebutir gandum tiada
berbunyi kalau jatuh, maka sekarung gandum yang jatuh pun tidak berbunyi pula.
Sebab karung gandum tak lain daripada jumlah butir gandum di dalamnya.
Terhadap
paham yang mengatakan bahwa bergerak itu ada, Zeno mengemukakan empat fasal :
1. Suatu gerakan tidak bisa bermula, sebab tiap-tiap badan tidak bisa sampai
kepada suatu tempat dengan tiada berada lebih dahulu pada berjenis tempat atau
titik yang dilaluinya.
2. Achilleus yang cepat seperti kilat tidak bisa mengejar penyu, yang begitu
lambat jalannya. Sebab, apabila ia tiba di tempat penyu tadi, dia sudah maju selangkah
lebih sedikit kemuka.
3. Anak panah yang dipanahkan dari busurnya tidak bergerak, tetapi berhenti.
Sebab setiap saat ia berada pada satu tempat. Ada pada satu tempat sama artinya
dengan berhenti.
4. Setengah waktu sama dengan sepenuh waktu. Sebab suatu barang yang bergerak
terhadap suatu badan, melalui panjang badan itu dalam setengah waktu atau
sepenuh waktu. Dalam sepenuh waktu apabila badan itu tidak bergerak. Dalam
setengah waktu, apakah ia bergerak dengan sama cepatnya kearah yang
bertentangan.
Sikap
yang dipakai oleh Zeno ialah meneruskan keterangan lawannya sampai
selanjut-lanjutnya, sehingga akibatnya bertentangan satu sama lain. Uraiannya
itu rupanya seperti bertele-tele. Tetapi jika diperiksa lebih dalam, ia
menunjukkan berbegai kesukaran dalam logika.
Betapapun
juga, dalil yang dikemukakan oleh Zeno itu kembali dipersoalkan oleh ahli-ahli
pikir dalam abad ke 17 dan ke 18. Ya dalam abad ke 20 ini juga filosof yang
ternama memperbincangkannya.
Zeno
mengemukakan paradox, keterangan yang mengandung pertentangan itu, semata-mata
untuk menyatakan, bahwa kalau yang ada itu dipandang sebagai “yang banyak”,
dasar keterangannya mengandung sifat yang berlawanan.
4. MELISSOS
Melissos
berasal dari Samoa, sebuah kota di Grik di tanah perantauan. Masa hidupnya
tidak diketahui benar. Yang diketahui orang hanya dia sangat terkemuka dalam
dunia filosofi Elea dari tahun 444 -441 sebelum Masehi. Selain sebagai filosof,
Melissos terkenal juga sebagai pahlawan dalam turut berperang membela Atena.
Melissos
mempertahankan ajaran gurunya Parmenides dengan mengemukakan alasan yang
positif. Artinya ia melahirkan keterangan untuk menguatkan ajaran gurunya.
Tidak seperti Zeno, yang membalikkan kritik atas logika lawannya untuk membenarkan
pendiriannya sendiri.
“Yang
ada selalu ada dan akan tetap ada” demikian kata Melisos. Yang Ada itu kekal.
Sebab, jika sekiranya Yang Ada itu dijadikan atau terjadi, sudah tentu
kejadiannya itu timbul dari yang Tidak Ada. Dan jika mulanya itu “Tudak Ada”
nyatalah bahwa dari “yang tidak ada” hanya bisa timbul “yang tidak”. Mustahil
akan keluar “yang ada” dari “yang tidak ada”. Oleh karena itu Yang Ada mestilah
kekal dan tidak berubah-ubah.
Yang Ada itu mestilah tidak berubah-ubah, sebab tiap-tiap perubahan itu sama
juga dengan “terjadi” atau “hilang”.Pendeknya, “yang ada itu baqa, tidak
berbatas, satu, selalu sama, tidak bergerak dan tidak pernah merasa susah”.
Di sini disebutnya juga “tidak merasa susah”, sebab barang yang merasa susah
tidak dapat bersifat baka.
Tentang
“yang ada” tidak bergerak, Melissos mengemukakan sebuah pikiran baru, yang bertentangan
dengan pendirian Pamenides. Menurut pendapat Pamenides, yang ada itu bangunnya
bulat. Melissos mengatakan, Yang ada itu tidak berhingga. Jika sekiranya ia
berhingga, mestilah ia mempunyai permulaan dan akhir, dan dia itu akan dibatasi
oleh “yang tidak ada”. Dan kalau “yang tidak ada” itu menjadi batas, adalah ia,
dan itu barang yang mustahil. Yang ada itu, sebab ia satu, tidak mempunyai
tubuh. Jika sekiranya ia mempunyai tubuh, ia mempunyai tebal. Dan kalau ia
mempunyai tebal, ia pun mempunyai bagian, dan karena itu ia tidak satu lagi.
Filosofi
Elea ini mempengaruhi aliran pikiran dalam masa sesudahnya, terutama karena
tajamnya siku pengertian yang dikemukakannya.
Sepintas lalu uraiannya itu seperti persilatan kata saja,. Ini teristimewa pada
Zeno. Tetapi jika diperhatikan logika yang tersangkut didalamnya, terbayang
keluar dasar dialektika. Dialektik yaitu cara memikirkan hal selanjut-lanjutnya
sampai kepada yang sebaliknya. Tiap pengertian mengandung pertentangannya.
Cara
filosof-filosof Elea memaparkan soal dan dalilnya sangat baru dimasa itu.
Rupanya bertentangan dengan segala yang lahir. Sebab itu ia menimbulkan
perlawanan yang hebat. Kesukaran yang dirasai oleh lawannya tersimpul pada
pokok pengertiannya, yang mengatakan Ada = Ada. Ini sukar membantah
kebenarannya. Dan kelanjutannya ialah, bahwa diluar yang ada itu tidak ada yang
lain lagi. Sebab itu filosofi Elea yang tidak mementingkan yang lahir,
mendorongkan pikiran kealam logika. LOGIKA arti mudahnya yaitu : MENYUSUN JALAN
PIKIRAN MENURUT HUKUM YANG TERTENTU. Jalan pikiran yang tak boleh
meloncat-loncat !.
IV. PYTHAGORAS DAN PENGIKUTNYA.
Filosof Pythagoras mempunyai kedudukan tersendiri dalam alam
pikiran Yunani.
Filosofinya berdasarkan kepada pandangan agama dan paham keagamaan. Suatu tarekat,
atau boleh juga disebut suatu aliran mistik.
Pythagoras
berasal dari Samos. Ia dilahirkan kira-kira dalam tahun 580 sebelum Masehi.
Menurut umurnya ia sepangkat dengan Xenophanes.
Menurut
berbagai keterangan, Pythagoras terpengaruh oleh aliran mistik yang berkembang
di waktu itu dalam alam Yunani, yang bernama ORFISISME.
Ujung tarikat Pythagoras ialah mendidik kebathinan dengan mensucikan ruh.
Pythagoras percaya akan kepindahan jiwa dari makhluk yang sekarang kepada
makhluk yang akan dating. Apabila seseorang meninggal, jiwanya kembali ke
dunia, masuk dalam badan salah satu hewan. Menurut cerita, yang maksudnya
barangkali mau menyindir, Pythagoras pada suatu hari sedang berjalan-jalan.
Tampak olehnya ada seorang memukul anjing, sehingga anjing itu menjerit-jerit.
Lalu ia berkata : “Hai anak, jangan dipukul anjing itu, didalamnya ada jiwa
seorang sahabatku, terdengar olehku daripada jeritannya”.
Menurut
Pythagoras manusia itu asalnya Tuhan. Jiwa itu adalah penjelmaan daripada Tuhan
yang jatuh ke dunia karena berdosa. Dan ia akan kembali ke langit ke dalam
lingkungan Tuhan bermula, apabila sudah habis di cuci dosanya itu. Tetapi
kemurnian tidak tercapai sekaligus, melainkan berangsur-angsur.Sebab itu jiwa
itu berulang-ulang turun ke tubuh makhluk dahulu. Dengan jalan begitu , dari
setingkat-ke setingkat ia mencapai kemurnian. Untuk mencapai hidup murni,
haruslah orang memantangkan makan daging dan kacang. Menurut kepercayaannya,
sifat binatang yang buas hinggap di udara. Dengan kepercayaannya itu Pythagoras
penganjur vegetarisme, memakan sayur dan buah-buahan.
Tetapi
tak cukup orang hidup dengan membersihkan hidup jasmani saja. Juga hidup rohani
teristimewa harus diperhatikan. Manusia harus berzikir senantiasa untuk
mencapai senantiasa untuk mencapai kesempurnaan hidupnya.
Hidup
di dunia ini menurut paham Pythagoras adalah persediaan buat akherat. Sebab itu
semula dari sini dikerjakan hidup di hari kemudian itu. Berlagu dengan musik
adalah juga sebuah jalan untuk membersihkan ruh. Dalam penghidupan kaum
Pythagoras musik itu dimuliakan.
Peraturan
hidup dalam tarekat Pythagoras itu amat keras. Tiap-tiap orang yang akan
diterima menjadi anggotanya, hendaknlah berdiam diri lebih dahulu, dan TIDAK
BERKATA-KATA LIMA TAHUN LAMANYA. Apabila ia tahan menanggung percobaan itu,
barulah dia diakui sebagai kawan. Tiap-tiap hari ditentukan benar pembagian
kerja antara pikiran dan gerak badan.
Pythagoras
sendiri tidak meninggalkan ajaran yang tertulis. Apa yang keluar dari mulutnya
sendiri susah memisahkan dari yang ditambahkan oleh murid-muridnya. Pelajaran
dari guru dan murid sudah bercampur menjadi satu kepercayaan.
Sebab itu orang tak dapat mengatakan semuanya itu ajaran Pythagoras. Harus
dikatakan paham kaum Pythagoras, orang hanya tau bahwa Pythagoras besar
pengaruhnya. Oleh pengikutnya Pythagoras dipandang sebagai dewa. Apa yang
dikatakan pasti benar. Kalau ada orang mengatakan bahwa itu tidak benar, mereka
menjawab dengan mudah : “Ya, Pythagoras sendiri mengatakan begitu”.Artinya
kalau Pythagoras yang mengatakan sudah pasti benar.
Selain
dari ia ahli mistik, Pythagoras juga terkenal sebagi ahli pikir. Terutama dalam
ilmu matematik dan ilmu berhitung kesohor namanya. Banyak pengertian yang
dalam-dalam berasal dari dia. Dialah yang mula-mula sekali mengemukakan teori
dari hal angka-angka yang menjadi dasar ilmu berhitung.
Dan
karena dialah orang mendapatkan keinsyafan bahwa berhitung itu bukan saja
kecakapan menghitung seperti yang dikerjakan sehari-hari. Orang yang belajar
matematik kenal akan SEGI-TIGA Pythagoras.
Dan
dari ilmu matematik Pythagoras melompat kedalam dunia pandangan ! Alam ini
katanya, tersusun sebagai angka-angka. Di mana ada matematik, ada susunan, ada
kesejahteraan. Bintang yang banyak di langit menyatakan kedudukan yang teratur,
kesejahteraan yang sebesar-basarnya. Badan-badan di langit itu mempunyai gerak
yang tertentu dan mempunyai irama yang pasti, menurut irama yang tetap. Sebab
itu Pyhagoras suka berkata tentang “kesejahteraan di langit”. Mana yang
bergerak, itu berbunyi. Sebab itu di langit ada bunyi, ditimbulkan oleh gerakan
bintang-bintang. Tinggi rendahnya bunyi lagu itu semata-mata ditentukan oleh
perbandinga jaraknya masingmasing. Manusia tidak mendengar lagu yang sejahtera
di langit itu karena ia sudah biasa dengan itu sejak lahir.
Tetapi
tidak di alam saja berkuasa matematik. Ia juga berkuasa dalam segala barang.
Dengan jalan ini Pythagoras sampai kepada pokok ajarannya yang mengatakan bahwa
:”segala barang adalah angka-angka”. Demikianlah pengaruh matematik atas diri
dan pandangannya, sehingga pada segala barang ia melihat angka-angka. Dan oleh
karena mistik yang dibawakan ke-angka-angka tadi, ia terjerumus kedalam dunia
fantasi, dengan melekatkan berbagai paham yang ajaib pada angka-angka itu.
Menurut kebiasaan, Pythagoras membedakan juga angka yang genap dengan yang
ganjil. Tetapi pengertian itu dilanjutkan. Yang genap tidak berhingga, dan yang
ganjil itu menentukan. Sebagaimana angka terdiri dari yang genap dan yang
ganjil demikian juga barang-barang di dunia ini tersusun dari pada yang
bertentangan. Angka yang menjadi dasar ialah satu. Angka satu itu genap dan
juga ganjil. Jadinya tidak berhingga dan juga berhingga. Angka tiga ajaib,
sebab padanya terdapat awal, pertengahan dan akhir. Angka empat mahabesar, sebab
1+2+3+4 = 10. Dan 10 adalah angka yang sepenuh=penuhnya. Sebab hitungan dari
sepuluh keatas tidak lain dari mengulangi saja lagi dari 1 sampai 10.
Dalam
segala barang terdapat paduan dan hasil daripada “dasar angka-angka”. Angka itu
dasar dari segalanya. Segala perhubungan dapat di tentukan dengan angka-angka.
Demikian lagi : angka 1 ialah titik, angka dua baris, angka 3 daratan, angka 4
badan. Selanjutnya angka 1 juga dasar laki-laki, angka 2 dasar perempuan. Juga
keadilan, jiwa dan pikiran tidak lain dari pada angka-angka.
Menurut Pythagoras, Kesucian dan kejernihan ruh yang sebesar-besarnya dicapai
dengan menuntut ilmu. Hidup sehari-hari itu tidak lain daripada gelanggang
tempat menonton. Orang banyak melakukan rolnya dalam gelanggang itu. Tetapi manusia
yang utama melihat saja.
Ajaran
Pythagoras pada hakekatnya terlalu tinggi bagi pengikutnya yang banyak. Sebab
itu terjadi akhirnya perpecahan dalam dua cabang : aliran mistik keagamaan dan
aliran ilmu. Kaum Pythagoras terbanyak yang mendewakan gurunya tidak tertarik
hatinya dengan ajaran-ajaran tentang angka-angka, matematik, perhubungan musik
dan ilmu bintang. Semuanya dipandangnya tidak berfaedah dan terlalu gaib.
Mereka semata-mata menempuh jalan mensucikan ruh dengan hidup bersahaja,
berjalan dengan tidak beralas kaki, dan tidak makan daging, ikan dan kacang.
Dengan berbuat begitu mereka menyangka bahwa mereka telah melakukan ajaran
gurunya.
Demikianlah
gugurnya mazhab Pythagoras. Tetapi namanya tercantum dalam sejarah pikiran ilmu
sebagai pembuka berbagai jalan. Muridnya yang agak ternama karena banyak
menulis ajaran gurunya ialah Philolaos. Tentang angka-angka Philolaos berkata
bahwa angka itu tanda kebenaran.Tidak ada barang yang benar dan jelas
tampaknya, jika perhubungannya ke luar dan ke dalam tidak ditentukan oleh
angka-angka. Sekian tentang Pythagoras dan pengikutnya !
V. FILOSOFI ALAM LAGI
Dalam
bagian pertama abad kelima sebelum Masehi timbul kembali filosofi alam.
Guru-gurunya yang ternama ialah : EMPEDOKLES, ANAXAGORAS, LEUKIPPOS dan
DEMOKRITOS.
Seperti juga dengan pendirian filosofi alam yang pertama, mereka mencari asal
dari segalanya kepada benda. Tetapi mereka tidak melengahkan sama sekali ajaran
filosof-filosof yang terdahulu.
Sepadan
dengan filosofi Elea, mereka berpendapat bahwa substansi barang yang asal,
tidak berubah-ubah. Oleh karena itu tidak ada yang “menjadi” dan yang “hilang”.
Sebaliknya mereka berpendapat bahwa barang yang asal itu tidak satu, mlainkan
banyak. Disini mereka bertentangan dengan paham Elea, dan lebih dekat kepada
yang lahir.
Yang kelihatan sebagai “timbul” dan “hilang” sebenarnya tak lain daripada
bertaut dan berpisah atau bercampur dan bercerai. Substansi yang banyak itu
bercampur satu sama lain, atau bercerai daripada percampuran itu. Karena itu
kelihatan “timbul” dan “hilang”. Tetapi sebenarnya timbul dan hilang itu tidak
ada karena yang banyak itu tetap ada.
1. EMPEDOKLES
Empedokles
lahir di kota Akragas di pulau Sisilia. Masa hodupnya disebut orang dari tahun
490 – 430 sebelum Masehi. Ia terbilang turunan dari orang yang ternama dan
berpengaruh. Dia sendiri pernah diminta orang untuk menjadi raja, tapi
ditolaknya. Rupanya ia ingin mencapai perdamaian hidup, tak suka melihat
percekcokan politik di dalam kotanya. Sebab itu ditinggalkannya tempat kelahirannya
itu dan pergilah ia mengembara kemana-mana. Kerjanya menyanyi, menyanyikan lagu
kesucian. Dengan jalan itu ia ingin memimpin ruh manusia kepada kebaikan.
Selain dari itu ia juga berlaku sebagai tabib. Kedua-duanya, ruhani dan jasmani
akan diobatinya.
Dalam
sikap hidupnya, Empedokles banyak terpengaruh oleh aliran mistik orfisisme dan
ajaran Pythagoras. Menurut kepercayaannya, manusia itu asalnya Tuhan. Ia jatuh
ke dunia karena berdosa. Dan hidup di dunia adalah suatu hukuman baginya untuk
menghapus dosanya itu. Apabila dosa itu sudah habis, barulah manusia kembali
kepada asalnya. Jalan penghapusan dosa itu ialah hidup berkurban membersihkan
diri. Dia sendiri merasa sebagai Tuhan yang terbuang.
Empedokles
mengajarkan bahwa alam ini pada mulanya satu, disatukan oleh CINTA. Cinta
adalah kodrat yang membawa bersatu, bercampur. Tetapi alam yang satu tadi
dipecah oleh BENCI, kodrat yang menjadi pokok perpisahan dan persengketaan.
Karena BENCI itulah sukar hidup di dunia ini.
Tetapi orang jangan lupa, bahwa manusia asalnya Tuhan dan akhirnya akan kembali
juga menjadi Tuhan. Sebab itu hendaklah ia hidup berkasih-kasihan,
cinta-mencintai satu sama lain. Cinta itu membuka kembali jalan pulang ke
langit yang suci, ke dalam pangkuan Tuhan. Lihatlah, katanya, akibat cinta itu
di dunia ini saja. Percintaan menjadikan orang menjadi suami isteri. Cinta
menimbulkan keinginan bersatu, membawa kesejahteraan, harmoni dalam alam
semesta.
Alam
tersusun daripada anasir yang asal. Jumlahnya empat : UDARA, API, AIR DAN
TANAH. Keempatnya itu masing-masing pemangku sifat yang empat pula : dingin,
panas, basah dan kering.
Ajaran tentang anasir yang empat itu besar sekali pengaruhnya di kemudian dalam
ilmu alam, sanpai di abad yang ke 17.
Ssungguhnya
tiap-tiap barang terjadi dari pada percampuran anasir yang empat itu, anasir
yang empat itu sendiri tidak mempunyai kodrat. Gerakan bercampur dan berpisah
itu disebabkan oleh dua dasar yang lain, yang berada di luarnya. Dasar itu
ialah CINTA dan BENCI.
Cinta
dan benci itu bukan perasaan semata-mata. Kedua-duanya itu barang yang bertubuh
juga, sekalipun amat halus tubuhnya itu.
Menurut
pendapat Empedokles, alam ini pada permulaannya bercampur jadi satu karena
kodrat cinta. Dalam keadaan yang asal itu tidak ada yang terpisah-pisah. Tidak
ada barang satu-satunya yang sebuah-sebuah. Semuanya satu.
Kemudian
datang Benci membawa perpisahan. Benci membalikkan keadaan itu sama sekali,
sehingga semuanya terpisah-pisah. Tidak ada yang bercampur lagi Dalam keadaan
yang dikuasai oleh benci itu, barang satu-satunya pun tak ada. Yang ada hanya
anasir yang empat, yang tidak bercampur sedikit juga.
Sesudah
itu datang lagi pengaruh cinta. Karena itu terjadilah percampuran dan timbullah
barang satu-satunya. Makin besar pengaruh cinta itu, makin banyak terjadi
percampuran. Akhirnya lenyap pula barang satu-satunya itu. Semuanya bercampur
jadi satu, sebagaimana bermula. Sesudah itu berlaku lagi kodrat sebaliknya.
Demikianlah seterusnya, cinta dan benci berganti-genati berpengaruh dan berkuasa.
Daripada
yang hidup di dunia ini terdapat bermula tumbuh-tumbuhan. Kemudian datanglah
binatang, yang pada mulanya tak karuan rupanya. Ada mulut dengan tiada kepala;
ada leher dengan tiada badan; ada tangan tetapi tak ada bahu; ada mata tetapi
tak ada muka; (koment : aduh, seram amat yah tu makhluk,)
Makhluk
separoh separoh itu bertaut-taut kemudian. Dari itu terjadi hewan pertama.
Hewan itu lenyap lagi. Tetapi diantaranya ada yang tinggal hidup, sampai
beranak-anak. Makin panjang turunannya makin baik bentuknya. Paham ini agak menyerupai
paham Anaximandros.
Dalam
pandangan filosofi yang lalu sudah ada dikemukakan tiga macam anasir yang
menjadi pokok segala-galanya. Thales mengatakn air, Anaximenes bilang udara,
Herakleitos mengatakan api. Empedokles mengambil ketiga-tiganya jadi pokok dan
ditambahkan satu lagi yaitu tanah. Di sini seolah-oleh dia mau menyatukan paham
yang terpisah-pisah dan meneruskan jalan pikiran filosofi yang sudah
berkembang. Dari segala paham ada padanya, dibulatkan dan digenapkannya.
Pandangannya itu boleh jadi terpengaruh juga oleh sikap hidupnya yang dipimpin
oleh jiwa yang mencari kesejahteraan dan perdamaian.
2. ANAXAGORAS
Anaxagoras
di lahirkan di kota Klazomenae di Asia Minor. Ia hidup dari tahun 500 – 428
sebelum Masehi. Pada waktu mudanya ia pergi ke Atena. Pada waktu itu Atena
sedang lagi menempuh zaman Emas. Perniagaan dan seni serta literature sama-sama
dalam kemajuan.
Menurut
kepercayaan orang Grik pada waktu itu, matahari dan bulan adalah dewa.
Anazagoras mengajarkan bahwa matahari itu tak lain daripada batu bercahaya.
Bulan itu mempunyai padang, gunung, lurah dan sungai dan didiami oleh manusia
juga seperti di bumi kita ini. Gerhana bulan adalah tersebab karena dilindungi
bumi sehingga cahaya matahari tak sampai padanya.
Bagi
Anaxagoras anasir yang asal itu tidak empat, sebagaimana yang diajarkan oleh
Empedokles, melainkan banyak, dan tak terhitung jumlahnya.
Barang yang asal tidak bisa berubah jadi yang baru. Keadaannya tetap. Oleh
karena itu anasir yang asal itu mestilah ada pada tiap-tiap barang. Artinya
tidak ternilai banyaknya. Kalau dari segalanya bisa terjadi segalanya, maka ada
segalanya itu dalam segalanya. Tiap-tiap barang mengandung zat dari segala
barang. Dalam roti dalam air sudah ada zat kulit, zat darah, zat daging dan zat
tulang. Jika tidak begitu, roti yang dimakan dan air yang diminum itu tidak
bisa membarui kulit kita, tidak bisa menjadi daging, tulang dan darah.
Barang
yang berlain-lain rupanya itu bergantung kepada kedudukan campuran anasir yang
asal. Anasir yang terbanyak dalam campuran itu menentukan rupa barang itu.
Pandangan filosofi Anaxagoras yang berpaling kealam, banyak menyerupai
keterangan ilmu. Apa yang dikatakannya tentang barang makanan yang mengandung
zat kulit, zat darah, zat daging dan zat tulang, mudah membuka pikiran untuk
menyelediki soal makanan lebih jauh dengan berbagai percobaan. Pikiran dan
pengalaman dapat dirangkai jalannya.
Sepadan
dengan Empedokles, Anaxagoras berpendapat bahwa campuran dan perpisahan anasir
yang asal itu digerakkan oleh kodrat dari luar. Tetapi berlainan dengan
Empedokles ia mengatakan, bahwa kodrat yang mengemudikan itu Cuma satu. Kodrat
itu dinamainya NUS. Nus itulah yang menyusun alam ini dari keadaan yang kacau
balau bermula.
Tentang
sifat Nus itu, Anaxagoras masih terpengaruh oleh masanya. Orang Grik di masa
itu masih belum dapat memahamkan barang yang tidak bertubuh, Sebab itu dalam
pandangan Anaxagoras Nus itu bertubuh juga. Tetapi tubuhnya itu sangat halus,
keadaannya murni, tidak bercampur sedikitpun dengan barang yang ada di alam
ini. Kemurnian itulah yang menjadi sebab kuasanya atas yang lain.
Nus
itu asal dan penghabisan dari segala-galanya. Ia ada dalam segalanya, tetapi
bukan bagian daripada itu. Ia tidak berhingga, berkuasa atas dirinya sendiri
dan berada sendirinya pula. Tidak ada yang menyerupai dan yang mencampurinya.
Ia kemauan yang menyusun dan memimpin segala-galanya. Segala yang berlaku
menurut hukumnya, semuanya itu disebabkan oleh Nus.
Dengan
pandangan semacam itu tentang kemauan yang mengemudikan alam, Anaxagoras sudah
dekat epada agama yang percaya kepada Tuhan Yang Esa. Cuma pandangannya bukan
pandangan agama.
Nus
menjadikan alam ini. Sebelum alam terkembang, segala barang berkumpul jadi
satu. Semuanya kabut. Kabut itu terdiri daripada yang halus sekali dan tak
ternilai banyaknya. Tiap-tiap benda itu mempunyai sifat sendiri. Inilah zat
dunia.
Setelah sekian masa barang-barang itu terdiam seperti itu, datanglah Nus
menggerakkannya dan menyusunnya. Mula-mula digerakkannya taufan yang
berputar-putar dengan sehebat-hebatnya. Karena putaran taufan itu
terpisah-pisahlah zat asalnya tadi. Yang serupa terkumpul kepada yang serupa.
Karena itu terjadilah dua macam barang yang menjadi bahan utama bagi dunia ini,
yaitu udara dan eter. ETER itu dipandang sebagai zat-zat yang halus sekali yang
megisi lapangan sekeliling dunia.
Olah
karena putaran taufan tadi, membawa berputar segala-galanya, terjadilah susunan
teratur. Barang yang padat, yang basah, yang dingin dan yang gelap berkumpul ke
tengah. Yang tipis, yang panas dan yang kering berputar kesebelah luar.
Kemudian awan yang gelap, yang terletak di tengah berubah menjadi air. Dari air
itu menjadi anah, dan dari tanah berkat pengaruh udara yang sangat dingin,
terjadilah batu.
Bukan saja bumi, matahari, bulan dan bintang yang banyak itu berputar karena
pusaran taufan bermula tadi, tetapi juga lapangan alam. Lapangan besar itu
berputar sekeliling sumbunya.
Menurut
pendapat Anaxagoras lapangan itu tidak berhingga. Sebab itu tidak satu saja
alam, melainkan banyak. Di luar alam kita ini, boleh jadi ada alam lain yang
tersusun seperti alam kita ini. Ada bumi yang didiami manusia, ada matahari,
bulannya dan bintang-bintangnya.
Sebagaimana
alam tak berhingga dalam lapangan, demikian juga dalam waktu. Kemajuan dunia
ini berjalan terus dengan tiada berkeputusan. Mana yang lalu tak kembali lagi
kepada permulaannya.
Tentang
yang hidup di dunia ini Anaxagoras berkata, bahwa tanaman-tanaman ada juga
jiwanya. Ia mempunyai perasaan, tahu gembira dan duka cita. Ia pun mempunyai
pikiran dan pendapat. Tumbuh-tumbuhan terjadi bermula karena tanah yang basah
itu menerima benih yang terkandung dalam udara. Dan binatang terjadi karena
yang basah di bumi tadi menerima bibit dari langit, atas pengaruh yang panas.
Tentang
pancaindra ia berkata, bahwa sesuatu barang yang kita ketahui adanya barang
yang serupa, melainkan karena ada yang sebaliknya. Kita ketahui yang panas
karena ada yang dingin, dan sebaliknya kita ketahui yang dingin karena ada yang
panas. Mana yang sama panas dengan kita, tidak terasa oleh kita. Sebab itu
tidak berpengaruh atas kita.
Pancaindra
terlalu lemah untuk mengetahui kebenaran. Ia tidak sanggup melihat sesuatunya,
sampai kedalam segala bagian-bagiannya. Hanya pikiran dapat memandang begitu
jauh. Semuanya itu diketahui oleh akal yang menyusun dunia ini. Dan kesenangan
hati yang sebesar-sebesarnya ialah berpikir tentang langit dan alam semesta.
Demikianlah
Anaxagoras menggambarkan kejadian dan kedudukan alam. Ditilik dari jurusan
masanya, keterangannya adalah suatu pendapat ilmu yang tak ternilai harganya.
Apa yang dikatakannya dapat ditimbang dengan akal, dapat dipergunakan sebagai
alasan untuk berpikir lebih jauh. Sesungguhnya tidak mengherankan, sebab selain
sebagai filosofi, Anaximandros juga ahli matematik dan astronomi.
Diukur
dengan pengetahuan ilmu yang sekarang tentang bumi dan langit, pendapatnya itu
banyak yang salah dan tak sesuai. Tetapi di antara yang terasa olehnya dahulu,
ada yang jadi dugaan dikemudian hari. Di masa kita ini banyak ahli astronomi
yang berpendapat, bahwa bintang di alam itu tersusun berkampung-kampung. Satu
diantaranya yang paling besar, ialah “lingkungan Milkway”, bimasakti, yang
memutih tampaknya melingkung langit. Dalam kampung in diam matahari kita. Yang
juga bintang dengan anaknya (planit) yang sembilan yang berputar sekelilingnya.
Diluar kampung bimaskti itu banyak lagi kampung bintang. Apakah bedanya ini
pada dasarnya dengan perasaan Anaxagoras tentang alam yang banyak?
Apa
yang dikatakannya tentang tumbuh-tumbuhan yang juga merasa riang dan duka, kita
dengar dalam abad ini dari mulut seorang ahli botani kesohor J.C. Bose. Dan
Bose menyatakan pendapatnya sebagai hasil pemeriksaan yang teliti. Siapa yang
tak percaya, dipersilahkan datang ke India dan memeriksa sendiri dalam
laboratoriumnya yang lengkap dengan perkakasnya.
3. LEUKIPPOS
Leukippos
berasal dari Miletus. Ia murid dari Parmenides. Dan guru dari Demokritos.
Sejarah hidupnya hampir tidak diketahui orang.
Leukippos tersebut sebagai pujangga yang pertama kali mengajarkan dari hal
ATOM.
Atom asal dari perkataan Grik : a = tidak, dan toom = terbagi. Jadinya “atom”
artinya tidak dapat dibagi lagi.
Menurut
Leukippos, atom itu adalah benda yang sekecil-kecilnya, bagian yang penghabisan
dari segala barang. Tiap-tiap benda terjadi daripada perhubungan atom itu.
Karena sangat kecilnya atom itu tidak kelihatan. Tapi ia tetap ada, tidak
hilang-hilang dan tidak berubah-ubah. Ia pun tidak terjadi, melainkan sudah ada
sejak semulanya. Ia bergerak dengan tiada berhenti, atas kodratnya sendiri.
Kejadian
dunia daripada perhubungan atom diterangkannya dengan memakai dua dasar : yang
penuh dan yang kosong. Kedua dasar itu disamakan dengan “ada” dan “tidak ada”
dalam filosof Elea. Itu dipakainya sebagai pengganti pengertian Elea yang gaib
itu.
Atom itu dinamainya yang penuh. Betapa juga kecilnya, hingga tiada kelihatan,
atom itu ada bertubuh. Dan segala barang yang bertubuh mengisi lapang. Di
sebelah yang penuh itu terdapat yang kosong. Dari yang penuh dan yang kosong
itulah terdiri alam ini.
Kedua-duanya
mesti ada. Sebab kalau tak ada yang kosong, atom itu tidak bergerak. Yang
kosong itu ialah syarat, supaya atom atom itu dapat bergerak, berhubung dan
berpisah. Karena pergerakan dan perhubungan atom itu terjadilah barang-barang
yang ada di alam ini.
Dalam
perhubungan “yang penuh” dan “yang kosong” itu tampak perbedaan Leukippos
dengan filosofi Elea. Orang Elea meniadakan yang kosong itu. Bagi Leukippos
yang kosong itu ada.
Ada
pula suatu peribahasa yang kesohor berasal dari Leukippos. “Tak ada yang
terjadi dengan tiada bersebab, tetapi semuanya terjadi karena kemestian yang
tertentu dan dibawah pengaruh hukum yang tertentu pula”.
Ucapan Leukippos ini sangat modern terdengar di telinga !
4. DEMOKRITOS
Demokritos
dilahirkan di Abdera, sebuah kota di pantai Trasia, bagian Balkan. Ia hidup
kira-kira di tahun 460 – 360 sebelum Masehi. Ia tersebut sebagai seorang ahli
ilmu alam yang berpengetahuan luas. Buku-buku yang dikarangnya banyak sekali
jumlahnya, dan isi karangannya mengenai berbagai cabang ilmu: ilmu alam, ilmu
tumbuh-tumbuhan, ilmu tabib, hal ihwal perang, etik dan banyak lagi.
Ia
sendiri berkata bahwa ia lebih suka mengupas suatu soal matematik daripada
menjadi raja Persia.
Sepadan
dengan pendapat guunya, Leukipoos, alam ini bagi Demokritos tak lain daripada
atom dan gerakannya. Atom itu tak bermula dan tak berakhir, ada selama-lamanya.
Jumlahnya banyak atom itu adalah benda yang bertubuh, sekalipun sangat halus
tubuhnya itu. Di antara atom yang banyak itu terdapat lapang yang kosong tempat
atom itu bergerak.
Untuk
menyatakan, bahwa ada lapang yang kosong, Demokritos mengemukakan 4 fasal :
1. Pergerakan berkehendak akan lapang yang kosong, sebab yang penuh tak dapat
lagi memuat yang lain di dalamnya.
2. Suatu barang bisa jadi kembang atau padat, jika ada lapang yang kosong di
antaranya.
3. Hidup dari kecil jadi besar tersebab karena makanan dapat masuk ke dalam lapang
yang kosong dalam badan.
4. Jikalau dimasukkan abu dalam sebuah gelas yang berisi air, melimpahlah
sebagian air itu. Tetapi air yang terbuang itu tidak sebanyak muatan ruang yang
berisi abu itu. Ini suatu tanda, bahwa ada lapang yang kosong dalam suatu
barang yang dimasuki oleh barang yang lain.
Atom
dan lapang yang kosong adalah dua sendi bagi keterangan Demokritos tentang alam
ini. Tetapi ia sendiri merasa bahwa keteranganya belum sempurna. Keterangannya
itu menimbulkan suatu kesukaran soal, yang dapat ia menyelesaikannya.
Jika atom itu dipandang sebagai benda, ia mempunyai tubuh, betapa juga
kecilnya. Tiap-tiap yang bertubuh masih dapat dibagi, sekalipun pembagian itu
dilakukan dalam pikiran saja. Dan sebuah benda yang masih dapat dibagi,
belumlah jadi bagian yang penghabisan, atom.
Demokritos
sependapat dengan Herakleitos, bahwa anasir yang utama adalah api. Api itulah
yang paling sempurna dan paling mudah bergeraknya. Ia terdiri daripada atom
yang sangat halus, licin dan bulat. Ialah yang jadi dasar bergerak dalam segala
yang hidup. Atom api itu adalah jiwa.
Jiwa
itu tersebar seluruh badan kita. Diantara tiap-tiap dua atom terdapat atom
jiwa, inilah yang menjadi sebab bergerak. Dalam tiap anggota tubuh kita atom
jiwa itu mempunyai jabatan yang tertentu. Begitulah otak tempat pikiran,
jantung tempat amarah, hati tempat cinta atau keinginan.
Waktu
menarik napas, kita tarik atom jiwa dari udara, dan waktu menghembuskan napas,
kita tolak ia keluar. Kita hidup hanya selama kita bernapas.
Demikianlah Demokritos memudahkan soal jiwa sebagai soal gerakan atom saja.
Alam pandanganya tak lain daripada atom dan lapang yang kosong.
Juga penglihatan, perasaan dan tujuan timbul dari gerakan atom itu.
Demokritos
adalah filosof yang penghabisan daripada filofi alam. Ajarannya menyudahi
pandangan kearah alam besar. Dalam pada itu ia boleh dipandang sebagai orang
yang berdiri di batas. Dengan dia bermula pandangan baru, pandangan kedalam
alam etik, soal tertib sopan. Dia yang bermula mengupas soal ini, dan filosofi
sesudahnya meletakan soal itu ditengah-tengah.
Tetapi
paham etik Demokritos masih terpaut kepada pandangannya tentang alam, terlepas
sama sakali dari pengaruh rasa perasaan. Cita-cita agama yang menjadi semangat
filosofi Empedokles dan Anaxagoras, tidak ada padanya. Etiknya semata-mata
bersifat rasionalis, menurut akal saja.
*****
Jikalau
dierhatikan jalan filosof alam yang kemudian ini, sejak dari Empedokles sampai
ke Demokritos, tampak perubahan pandangan yang bukan sedikit.
Semuanya mencari barang yang asal kepada benda. Dunia tersusun daripada benda
dan gerakannya, percampurannya dan perpisahannya. Tetapi dalam keterangan
tentang gerakan benda itu timbul perbadaan paham seperti siang dengan malam.
Empedokles
dan Anaxagoras memakai dasar dualisme, dua keterangan, tentang kejadian alam.
Alam terdiri dari pada anasir yang asal, tetapi anasir itu bergerak karena
kemuan dari luar. Di sebelah benda yang menjadi bahan ada semangat yang
mengatur. Paham mereka terpengaruh oleh pandangan keagamaan. Ada yang
menjadikan alam ini.
Pandangan
agama itu lenyap sama sekali dari keterangan Leukippos dan Demokritos. Bagi
mereka alam tersusun daripada benda yang bergerak sendiri. Keterangan mereka
memakai dasar monisme, mengemukakan sebab satu saja. Pandangan hidup mereka
semata-mata bersifat materialisme. Filosofi dalam tangan mereka menjadi dasar
keterangan ilmu.
Dalam
pandangan Demokritos yang mengatakan penglihatan itu bersifat subyektif, tampak
pengaruh ajaran sofisme, yang mulai muncul di waktu itu. Sofisme meniadakan
pengetahuan obyektif, yang sah buat umum.
Aliran
sofisme ini dipersoalkan dalam jilid yang kedua sebagai pendahuluan kepada
filosofi klasik.
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari buku alam pikiran Yunani jilid pertama
ini adalah sebuah pertanyaan besar : “Benarkah sang filosof itu mendapatkan
bahan baku untuk berpikir sampai hal yang dalam pada saat itu dari hanya
memandang alam sebagai obyeknya atau ada gagasan yang telah diselewengkan dari
ajaran Allah kepada Nabi-Nabi terdahulu seperti nabi Musa di Mesir dan
Palestina.
Sebagaimana
kita baca pada awal buku ini, bahwa Thales adalah Bapak filsafat Yunani yang
menelorkan banyak filosof setelah dia. Sejarah hidupnya Thales sering berlayar
untuk berdagang ke negeri Mesir. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Mesir
bagaimanapun menyimpan sejarah Nabi Yusuf berhasil di Mesair, Nabi Musa juga di
Mesir, sehingga Thales mengatakan bahwa asal mula semua itu dari air sepertinya
hasil nyolong dari Ajaran Nabi-Nabi saat itu yang isinya sama dengan Al-Qur’an
menurut Sunnah Rasul Muhammad SAW.
Jadi
jangan terpesona dengan cara berpikir mereka, tetapi bacalah semua itu karena
alam pikiran Yunani ini, adalah cikal bakal bahan baku menjadi Helenisme yang
kemudian diaduk oleh Zionisme dengan sisa-sisa ajaran Nabi Isa ibnu Maryam
menjadi Theologi Kristen dan krmudian diramu lagi dengan ajaran Islamisme
menghasilkan Tauhid.
Filsafat
adalah cara manusia berpikir sampai tiada batasnya, dalam study Al-Qur’an
menurut Sunnah Rasul menjadi tantangan yang harus ada jawabannya dalam
Al-Qur’an khususnya tentang asalmuasal alam semesta, asal muasal manusia, hewan
atau makhluk organic, asal muasal makhluk Gaya uyaitu Malaikat dan Jin yang
tidak penah menjadi bahan pemikiran para filosof Yunani tersebut.
Untuk
itu perlu disempurnakan Atrapologi Al-Qur’an dan Kosmologi AlQur’an sebagai
jawaban terhadap apa yang telah menjadi pusaka peradaban abad ke duapuluh satu
ini.
Demikianlah
Alam pikiran Yunani jilid pertama, yang ditulis oleh Bung Hatta ketika beliau
ada di Banda Neira, sebuah Kepulauan nan indah namun dijadikan tempat pembuangan
oleh Bangsa Belanda terhadap Pahlawan-Pahlawan Indonesia seperti : Bung Hatta,
Bung Syahris, Cipto Mangunkusumo dan lain-lain.
\Semoga apa yang ditulis oleh Bung Hata ini bermanfaat bagi bahan study
putra-putri Indonesia yang tidak mau menjadi katak dibawah tempurung.
Sumber: http://alampikiranyunani.blogspot.com/2010/03/blog-ini-akan-mengantar-kawan-semua.html#comment-form