BlogKitaSemua: August 2013

Friday, August 23, 2013

Lampu Merah

-->
LAMPU MERAH
Siang hari, di pertigaan jln. Soekarno-Hatta.  Menjelang lampu merah menyala, para pengendara sepeda motor dari arah berlawanan segera menancap gas motor mereka, seakan kehilangan sesuatu yang begitu berharga kala lampu yang merah itu mendahului mereka. Pengamen, penjaja Koran, penjaja makanan, serta pengemis terlihat menanti di sebelah barat jalan dengan raut wajah mereka yang mengkerut, harus menahan sinar matahari yang begitu terik.
 Langit tampak cerah dengan mega-mega yang berkumpul dan berpisah silih waktu. Lampu kuning mulai menyala, pertanda cahaya lampu akan menempati yang warna merah. Para pengendara mobil, angkot, sepeda motor,  berturut-turut hampir menghentikan lajunya. Akhirnya cahaya lampu berpindah ke warna merah, detik lampu menunjukkan durasi tiga perempat menit. Penghuni jalan mulai melancarkan perannya. Ialah seorang pengemis wanita paruh baya dengan rambut putih sebagian, terikat karet gelang, pakaian lusuh, tebalnya debu yang membentuk raut muka, si pengemis memasang wajah melas, berjalan separuh bungkuk menyusuri para pengguna jalan, langkahnya tertatih-tatih, berharap ada dermawan yang sudi memberinya receh.
Pengamen tak mau ketinggalan, mulai memainkan gitar tuanya yang penuh dengan tempelan gambar wajah musisi yang ia gemari. Dengan potongan rambut era 80-an, memainkan lagu masa kini yang begitu kontras dengan penampilannya. Terus berdendang di depan kaca mobil sebelum akhirnya  berpindah ke arah angkot di belakang mobil sebelumnya. Penumpang angkot yang sebagian besar adalah mahasiswa terlihat acuh dengan kedatangan pengamen lelaki itu. Salah satu dari mereka seorang perempuan muda sedang asyik dengan HP canggih yang ia beli minggu kemarin. Satu lagi seorang lelaki berlagak seperti aktivis kampus seakan tak mendengar apapun kecuali headset di kupingnya. Penumpang lainnya membisu menghadap ke arah jendela mobil dengan tatapan hampa.
Ternyata di kursi paling belakang seorang ibu dengan senyum tipisnya perlahan mengulurkan tangannya yang terselip dua buah uang logam  ke arah pengamen itu. Pengamen pun membalas senyuman dengan menganggukkan kepalanya sembari mengucapkan terima kasih dengan bahasa krama inggilnya yang halus. Menit lampu masih berjalan lima belas detik. Angin siang begitu kencang, sementara si penjaja koran telah siap dengan beritanya yang murah meriah. dengan topi hitam pekat di kepalanya, ia mengitari sela-sela kendaraan. Berbekal suara yang lantang ia mengenalkan berita dan informasi yang sedang ia tawarkan. Tiada hentinya mengulang-ulang kata-katanya.
Salah satu pengendara mobil yang tertarik dengan beritanya, memanggilanya dari kejauhan. Sang penjaja koran pun bersigegas mendatangi ke arah sumber suara. Sang pembeli pun akhirnya membukakan kaca mobilnya sembari meraba uang pada suatu tempat di sebelah kirinya. Sang pembeli menukarkan satu lembar uang seribu rupiahnya untuk satu koran berisi beberapa halaman berita. Ternyata belum betul-betul selesai bertransaksi, ada pengendara mobil lain yang memanggil, si tukang koran pun bergerak cepat secepat burung walet yang sedang terbang di atasnya. Rupanya berita yang ia bawa menarik minat beberapa orang untuk membelinya, ia pun tersenyum girang. Menjelang 17 detik terakhir, di sisi lain penjaja makanan menggendong sebuah kardus yang berisi aneka makanan ringan, dua buah tali sebagai pengikat kardus melilit dua pundaknya. Hawa yang terlalu panas tak dihiraukannya lagi. Dengan celana panjang yang ia pakai, kaos oblong, dan sepatunya yang pucat pasih ia berjalan sambil menyebutkan makanan-makanan yang ia bawa lengkap dengan harganya. kelihatannya tak seorang pun ingin membeli makanannya. Panas siang mungkin telah membakar habis keinginan orang-orang terhadap makanan. Detik terus berlalu, sebaliknya si penjaja makanan seakan tak ingin hengkang dari jalan. tiga detik menjelang lampu hijau, beberapa pengendara motor tampak menyiapkan sepeda motornya, menarik gas berulang-ulang, lampu reting pun dinyalakan. Lampu yang merah kini akhirnya menghijau. Bel sepeda motor bebek memecah keheningan yang sesaat. Mobil terdepan melaju lambat, diikuti mobil angkot di belakangnya, sepeda motor dan begitu seterusnya. Setelah itu semua berlalu, beberapa detik kemudian, menit, jam bahkan beberapa hari setelahnya. Waktu memang benar-benar berlalu, tetapi sungguh sayang, sedikit sekali yang berubah.
                                                                                                 
                                                                                                                        Oleh: Iwan Sujarwo
                                                                                                                        23/08/2013       3.05                              

Sunday, August 4, 2013

Puisi "Ungkapan Kerinduan"


Ungkapan Kerinduan

Ketika rasa rindu ini yang tak mungkin lagi terbendung
Sebuah rasa yang begitu menyesakkan, tiada kunjung terobati
Anganku terus melayang, seakan menjemputmu, untuk kembali hidup dalam benakku
Gelisahku, kian capai puncaknya, tak yakin dapat kudaki lagi
                                                Dingin malam pun tak mampu menusuk raga kasarku
Memang bukan tandingan, bagi kehangatan kasihmu, yang selalu  menyelimuti jiwaku
                                                Tapi itu dulu, hanya serpihan kenangan masa lalu
                                                Kala dirimu masih terbiasa bercengkrama dengan lahirku
Kini kau berbeda, bukan lagi yang dulu kusayangi
Mengundang resah kepada hati, yang terlukai tuk sekian kali
Andaipun diamnya dirimu, lantaran orang lain yang kaucintai
Dengan segala kerelaan hati, kusampaikan padamu, bahwa “aku tetap menyayangimu, dan akan selalu merindukanmu”

                                               

                                                                                                By: Iwan Sujarwo
                                                                                                6.22 AM  4/8/2013