BlogKitaSemua: Meluruskan Pandangan Hidup tentang Paradigma Surga Neraka

Tuesday, February 5, 2013

Meluruskan Pandangan Hidup tentang Paradigma Surga Neraka


Fenomena Surga & Neraka
Meluruskan Pandangan Hidup
                                    
Oleh: Roni Jamaloedin
            Tujuan hidup seseorang, “pasti”  inginnya yang enak-enak dan serba kecukupan. Jauh dari masalah-masalah berat yang membelit kehidupan. Semua kebutuhan yang diingini tercukupi. Hingga yang paling puncak, matinya dapat masuk surga (sebuah tempat yang menjanjikan berjuta-juta keindahan, kenikmatan, kebahagiaan, yang sama sekali tak dapat dibayangkan sebelumnya).
            Namun sebaliknya, tak seorangpun terbersit keinginan hidupnya sengsara. Sama sekali tidak ingin yang namanya rekasa kaningaya lan kangelan. Hingga puncaknya benar-benar menjauhi/menghindari yang namanya neraka. Tersenggol pun jangan, apalagi tercebur di dalamnya, sebab ia merupakan tempat “penyiksaan” yang tiada tara dahsyatnya, bengisnya, kejamnya, sakitnya, dst-dst, yang tak dapat lagi diuraikan dengan kata-kata ciptaan manusia. Sampai-sampai di sabda nabi SAW: “ Walau api neraka itu besarnya seujung jarum, ia sanggup menghanguskan dunia dan seisinya”.
            Anehnya, walau wacana tentang surga dan neraka tersebut belum dapat dibuktikan (dirasakan) secara pasti keberadaannya, namun hampir semua orang menjadikannya tujuan hidup. Ia telah diwariskan secara turun temurun dari para nenek moyangnya terdahulu. Baik yang sifatnya alami maupun dipaksakan(wajib diwariskan). Naifnya lagi, para anak cucu sekarang, termasuk kita mungkin juga generasi mendatang  percaya begitu saja “retorika” tersebut. Bahkan cenderung lansung membenarkannya. Hampir tidak ada yang menggali dan mengkritisi hingga jablas kandas tuntas pakem yang sebenarnya.
            Keadaan tersebut menandakan begitu hebat dahsyatnya sebuah pendidikan yang didoktrinkan sejak kanak-kanak. Si anak yang belum bisa berpikir benar tidaknya sebuah persepsi, lansung melahap semua teori yang diberikan tanpa disertai pemikiran cerdas sama sekali. Sebuah metode pendidikan yang hikmahnya sangat luar biasa, hingga mengakar dalam pemikiran bahkan menembus ruh dan jiwa. Kemudian menyatu dengan darah dan nafas kehidupan sehari-hari.
PAKEM ASLI
            Secara sufisme-eksperience, pakem asli kehidupan dunia (dari sononya) adalah sebagai ujian. Sebuah konsekuensi atas kesanggupan menerima amanah dari-Nya, yang notabene amanah tersebut tidak ditawarkan kepada manusia, melainkan kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Mereka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya...(QS.33:72)
            Kehidupan dunia adalah amanah sekaligus ujian yang harus dijihadi dengan yang sebenar-benarnya “jihad”. Dengan satu target: agar bisa pulang lagi kepada-Nya. Serangkaian materi test yang harus diselesaikan sebagai “syarat mutlak” bisa ketemu lagi dengan-Nya. Andai seorang “tarzan” yang ujiannya sejak lahir dibuang di tengah hutan maka pakem hidupnya adalah bisa bertemu lagi dengan orang tuanya.
            Materi ujiannya berupa anak istri, keluarga, harta, pekerjaan, jabatan, bahkan jiwa raganya sendiri, dan segala macam bentuk system-metode aktivitas kehidupan lainnya. Ditambah dengah berjuta-juta artefak (budaya,  teknologi, transportasi, komunikasi, aneka permainan maupun kesenangan) ciptaan manusia. Kesemuanya menambah rumit, berat, dan kompleksnya ujian. Yang mengerikan, materi tersebut benar-benar membuat pengerjanya lupa sama sekali(mabuk kepayang), bahwa bagaimanapun keadaannya (kehidupan dunia), ia tetap ujian.
            Di samping memabukkan, ironisnya lagi, ia dibuat menjadi sangat-sangat indah mempesona dan menarik. “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan (alat transportasi  yang canggih/modern), binatang-binatang ternak dan sawah ladang (pekerjaan). Itulah kesenangan hidup di dunia” (Q.S. 3:14). Padahal mestinya, sang pengujinya yang harus dicintai, bukan materi ujiannya.
            Sayangnya pakem asli mengalami pergeseran makna. Terdiferensiasi menjadi beribu-ribu pakem lain, yang masing-masing berusaha berdiri sendiri. Tidak mau berintegrasi(mengerucut) pada pakem aslinya.
            Misalnya ungkapan “hidup adalah perjuangan” . perjuangan sendiri ternyata banyak maknanya. Ada yang memaknai dengan perjuangan menggapai sukses, perjuangan memakmurkan dunia, perjuangan menggapai dunia akherat, perjuangan mendapatkan “surga” dan lain sebagainya. Sedang pakem aslinya mengatakan hidup adalah sarana (perjuangan) bertemu Tuhan. Ad-dunya mazro’atul akhiroh, bahwa dunia adalah ladangnya akhirat.
            Bukannya perjuangan masuk surga atau menghindari dari neraka. Sebab, surga neraka adalah milik-Nya. Urusan hamba adalah memproses diri agar bisa bertemu dengan-Nya. Perkara dimasukkan surga-neraka mutlak menjadi urusan-Nya. Tidak sepantasnya hamba ikut main campur urusan-Nya. Tidak sepantasnya bila hamba ikut main campur urusan-Nya. Bila ternyata amal perbuatannya pas sesuai kriteria-Nya, sewajarnyalah bila akhirnya dimasukkan ke dalam surga, sebagaimana yang telah dijanjikan. Begitu pula sebaliknya, bila amalnya tidak pas sesuai kriteria-Nya, walau diyakini sudah pas dengan petunjuk-Nya, maka tetaplah neraka sebagai imbalannya.
            Pakem “bertemu Tuhan” ini pun mengalami distorsi. Banyak yang berasumsi bahwa setelah mati nanti pasti bertemu dengan-Nya. Setelah bertemu, barulah masuk surga atau neraka. Bila ternyata masuk neraka, maka setelah ditebus dengan berbagai siksaan, tentu akan dimasukkan surga. Bahkan sudah optimis “pasti masuk surga”.
            Sedang pakem aslinya, tidak semua kematian bisa bertemu lagi dengan-Nya. Orang-orang “super khos” telah membuktikannya. Yaitu mereka yang telah dianugerahi “hidayah khusus” oleh-aNya dengan terlebih dahulu nglakoni (menjalani) ilmu khos pethingan (rahasia)-Nya. Melalui pandangan “mata hati”-nya yang tajam, dapat melihat pasca kehidupan seseorang. Baik ruh yang tersesat (ditangkap oleh wadya balanya penasaran: jin, syetan, tuyul, gendruwo, demit dan lain sejenisnya) maupun ruh yang selamat masuk akherat bertemu dengan Tuhan).
            Logikanya, orang buta tentu tidak akan pernah sampai kota Roma, walau beribu-ribu jalan terbentang ke arahnya. Satu-satunya kunci mutlak mencapainya adalah ”berguru” pada yang tahu pasti tentang Roma. Apalagi terhadap Tuhan yang al-ghoib, mana mungkin juga bisa bertemu dengan-Nya, sementara hati nurani, roh, dan rasanya “buta” terhadap-Nya, belum/tidak tahu secara pasti Wujud/Dzat-Nya?
Fenomena Surga Neraka
            Hampir semua ummat terjebak oleh paradigma kehidupan para pendahulunya, bahwa “ending” kehidupan adalah surga. Hidup dan ibadahnya kemudian demi mendapat surga. Oleh karenanya masuk surga dan terhindar darinya adalah segala-galanya (final target) dan dijadikanlah tujuan hidup (way of life).
            Persepsi seperti itu sama sekali tidak benar. Sebab, surga dan neraka adalah milik-Nya. Yang benar, bertemu dengan pemilik surga-neraka adalah segala-galanya. Sebagaimana wasiat sunan kalijaga “inna al-jannata laqiya rabba” sesungguhnya surga itu tempat/suasana bertemunya hamba dengan Tuhannya.
            Fungsi dasar dimunculkannya imbalan surga dan ancaman neraka adalah pengiming-iming (daya tarik, daya pikat) dan pemicu (cambuk) sebab, tanpa ada iming-iming/ancaman yang berupa surga/neraka, manusia tidak mau mengerjakan seruan rasul-Nya. Maunya sak karepe dewe, nggugu benarnya sendiri, bahkan merasa cukup dengan pendapat/ide/pengetahuan yang ada pada dirinya. Terlanjur kelet (terpatri) dengan dunia beserta alam pikirannya masing-masing, hingga tak butuh sang pemilik dunia maupun sang pemilik pikiran.
            Persis kisahnya anak kecil, agar mau mengerjakan perintah orang tuanya maka kepadanya perlu diiming-imingi (dijanjikan) permen/uang dan mainan. Tetapi begitu pikirannya dewasa, dapt berpikir bahwa mengerjakan perintah orang tua adalah keharusan, maka tidak lagi mengharap permen/uang yang telah dijanjikan. Melainkan mengharap ridho dan kasih sayangnya. Selanjutnya masih pantaskah kita (yang telah bisa berpikir ini) membantu kerepotan orang tua yang telah membesarkan kita, demi mengharap imbalan (pemberian) darinya? Masih pantaskah seorang hamba beribadah kepada TuhanNya karena mengharap surga dan dijauhkan dari neraka? Oleh karenanya, sangat bijaklah kiranya bila mencermati, merenungi lebih dalam lagi, sekaligus mempraktekkan “MUTIARA LANGIT” pengalaman pemikiran sufi agung Rabiah Adawiyah dalam sebuah puisi romantisnya :
“ya Rabb, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakar aku dalam neraka dan jika aku menyembahm-Mu dengan mengharap surga, haramkan dia bagiku. Dan jika aku menyembah-Mu karena diri-Mu semata, jangan cabut aku dari keindahan abadi-Mu”
            Lebih dari itu, sanggupkah kita membumikan ke dada yang paling kritik “pahit manis” Crisye dan Ahmad Dhani dalam syair sebuah lagu: “jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau sujud kepada-Nya”?

Roni Jamaloedin
Pondok at-taqwa (Posmoda)
Tanjunganom Nganjuk
           


           

1 comment:

  1. The 7 casinos with the highest grossing slots in the world
    In 서귀포 출장샵 The Matrix. At The Star Casino 서울특별 출장마사지 in Las Vegas, you can 파주 출장안마 play at 광주 출장샵 one of four casinos and have a 천안 출장샵 chance to win your

    ReplyDelete